Senin, 06 Januari 2014

Because Your Smile Part 12

#1DLS "Your Smile" Part 12
created by @DyahAnindes


enjoy reading ;)

-----------------------------------------------------


Darlee memiringkan senyumnya. Pikiran jahil lagi-lagi terlintas. Ia tahu bahwa Zayn adalah orang paling narsis sepanjang masa yang pernah ia ketahui. Kita lihat saja, apakah Zayn mampu menjawab tantangan dari Darlee. “Katakan kalimat ini sama persis dengan yang kuucapkan!”

“Apa itu?” tanya Zayn penasaran.

“Katakan ‘Di antara The Boys akulah yang paling jelek’ di depan kaca!”

DING! Kalimat yang mengenaskan itu baru saja hampir merobek daun telinga Zayn. Tawa meriah lagi-lagi menggelegar di ruangan itu.

“Tantangan yang bagus, Darlee!” sahut Harry. Darlee masih meneruskan kikikannya.

“Wait, aku akan mengambilkan kacanya!” ujar Louis tiba-tiba lalu langsung beranjak entah kemana. Dan tak lama kemudian, ia kembali dengan membawa cermin kecil berbentuk ovale yang mempunyai pegangan di bawahnya. “Gunakan cermin ini!” seru Louis sembari menyodorkan cermin itu di hadapan wajah Zayn.

Itu adalah cermin kesayangan Zayn, tempat di mana ia selalu memuji dirinya sendiri ketika cermin itu menampakkan wajahnya. Karena setiap kali Zayn bercermin, Ia sama sekali tidak pernah menemukan sisi jelek di wajahnya. Menurutnya, dirinya sangat tampan melebihi siapa pun! Walaupun pada kenyataannya, ya, dia memang tampan. Zayn mulai memandang wajahnya yang tertera mulus di cermin kecil itu. Yang benar saja wajah serupawan sepertiku ini harus aku katai jelek! gerutu Zayn dalam hati. Berat sekali mengatakan satu kalimat yang tak panjang namun mengenaskan itu. Semua di ruangan itu sedang menahan tawa mereka. Sedangkan Zayn, seolah sedang tertimpa batu besar dan silit untuk melepaskan diri. “Di antara The Boys…” ia mulai mengatakan kalimat itu. Lengkungan ke atas sempurna terukir di bibir Zayn. Mengundang semuanya untuk merasakan kembali kegelian pada perut mereka. Zayn seperti sedang menahan tangis! Sangat tidak bisa dipercaya ternyata tantangan ini berat sekali. Sang pemberi tantangan malah terlihat bahagia melihat penderitaan pria asal Bradford ini. “Darlee, kamu benar-benar menyiksaku!” seru Zayn.

“I’m sorry Zayn, but that’s a challenge!” jawab Darlee menjulurkan lidahnya setelah selesai mengucap.

Zayn menarik napas dalam. Dan mengeluarkannya sangat berat, berat sekali. “Di antara The Boys akulah yang paling jelek.” Akhirnya kalimat itu terucap juga. Walaupun terdengar sangat tidak ikhlas. Tapi, tantangan sudah terlaksana.

“Akirnya, Zayn mengakui juga. Ha ha ha!” sang raja konyol mulai meledek.

“No, no, no! Ini hanya sebuah tantangan kan? Jadi aku masih yang tersexy di dunia ini!”
tukas Zayn tanpa dosa sambil mendongakkan kepalanya, angkuh. Mengundang gelak tawa yang kembali pecah. “Nah, sekarang sepertinya aku tidak usah memutar botol lagi.” kata Zayn.

“Kenapa? Kau mau menyudahinya?” tanya Niall.

“Tidak-tidak, bukan begitu. Kalian tahu kan siapa di sini satu orang yang belum mendapat tantangan sama sekali. Kita berikan saja langsung padanya!” jawab Zayn melirik ke arah Krichel.

Merasa di tunjuk, Krichel langsung berkata, “Baiklah, baiklah. Menurutku itu cukup adil.” sahut Krichel memutar bola matanya.

“Ha ha, OK, jadi Truth or Dare?” tanya Zayn.

“Aku lebih baik memilih Truth.” jawab Krichel malas.

“Pertanyaannya adalah…” Zayn memutar otaknya. Lalu ia menemukan pertanyaan itu. “Jika salah satu dari kita bisa menjadi pacarmu, siapa yang kamu pilih?”

Krichel membulatkan matanya. What?! Pertanyaan macam apa itu? Well, memang sudah jelas sekali jawabannya. Tapi, sungguh, akan terasa sangat berat jika mengatakan sesuatu yang benar tetapi tidak ada yang tahu bahwa dibalik jawabannya itu benar-benar ada fakta yang bersifat sangat ‘Benar’. Krichel masih tidak mengatakan apa-apa. Sementara yang lain menunggu jawaban darinya. Dan di balik balutan tulang-tulang dada kedua orang di antara mereka, sedang mengembang dan mengempis sangat cepat. Berharap nama merekalah yang keluar dari bibir tipis Krichel. Namun, menjawab pertanyaan ini, sama saja seperti mengumbar harapan terdalam Krichel kepada makhluk-makhluk yang menatap dirinya saat ini. Ia bisa saja berbohong untuk menyebutkan namanya. Tapi, berbohong adalah hal yang paling dibeci oleh Krichel. Sekalipun ia sendiri yang melakukannya. Krichel adalah orang yang sangat jujur. “Hmm..” Krichel pura-pura berpikir keras sambil mengetuk-ngetukkan dagunya dengan telunjuk. “Liam.”

Yang namanya disebut langsung menundukkan kepalanya dalam-dalam. Tapi, secercah senyum mengembang di baliknya. Hatinya mulai dikeluti sebuah harapan yang semakin besar untuk bisa menjadikannya kenyataan. Sedangkan satu orang lainnya merasa ada kecelakaan mengenaskan yang menyedihkan sedang terjadi di dalam lubuk hatinya. Sakit. Sesak. Remuk. Dan, patah. Tapi, belum hancur. Karena ia tahu masih ada yang bisa ia lakukan untuk membuktikan bahwa pilihan gadis ini salah. Dirinyalah yang tepat.

“Dengar itu? Niall, secara tidak langsung, kau telah di tolak! Ha ha ha ha!” seru Louis mengeluarkan gelak tawa yang juga di ikuti oleh semua penghuni ruangan. Niall tahu itu adalah sebuah lelucon. Ya, lelucon paling menyakitkan yang pernah di tangkap oleh kedua telinganya. Tapi, Niall berusaha tertawa juga seolah hatinya sama sekali dalam keadaan baik-baik saja. Zayn bisa menangkap ekspresi Niall itu. Karena, ia tahu yang sebenarnya.
Karena mereka semua sudah mendapatkan tantangan, jadi mereka memutuskan untuk menyudahi permainan ini. Krichel bernapas lega. Akhirnya permainan terkutuk ini tidak membunuhku. Pekiknya dalam hati. Para lelaki di ruangan itu langsung membentuk ruang TV menjadi seperti semula. Menggeser semua barang untuk berpijak ke tempat awal. Setelah itu, mereka semua duduk di sofa dan menyenderkan punggung mereka. Seolah seperti sudah melakukan pekerjaan yang menguras banyak tenaga.

*******

Percakapan yang kian semarak dengan gelak tawa itu masih berlanjut sampai saat ini. Sudah pukul delapan malam, tapi tidak seorang pun yang menyadarinya. Mereka semua tenggelam dalam suasana hangat dan menyenangkan itu. Seolah tidak mempedulikan waktu yang terus berputar dan tak akan pernah bisa berhenti. Liam dan Krichel duduk bersampingan dan sama-sama hanyut dalam percakapan. Hingga akhirnya Liam menggenggam tangan kanan Krichel dan membisikkannya sesuatu.

“Ayo ikut aku.” seru Liam tepat di telinga Krichel.

Krichel menatap Liam dengan tatapan pertanyaan yang rasanya harus segera dijawab.
“Kemana?”

Liam tidak menjawab pertanyaan itu. Ia segera menarik tangan Krichel dan mengajaknya pergi keluar ruangan yang sedang ramai dengan kata-kata dari setiap penghuni disitu. Tidak ada yang menyadari kepergian Liam dan Krichel. Tapi, memang itu yang diharapkan Liam sebenarnya. Mereka sudah berada di koridor dan sedang menyusurinya. Sampai akhirnya mereka berhenti di depan pintu berwarna silver yang masih tertutup, menunggu sebuah kotak besar yang berisi manusia itu berhenti di hadapan mereka. Ketika kedua belah sisi pintu itu tebuka, mereka masuk dan bergabung dengan segelintir orang yang ingin mencapai lantai yang mereka tuju. Liam menekan angka 11 pada tombol yang bila ditekan menjadi warna merah itu. Liam ingin mengajakku ke lantai paling atas? Untuk apa? Dua pertanyaan di benak Krichel.

“Liam, sebenarnya kita mau kemana?” Tanya Krichel yang tidak bisa menahan lagi rasa penasarannya.

Liam menoleh ke samping kanannya dengan sedikit menunduk melihat seorang wanita yang memang lebih pendek darinya. “Aku akan menunjukkan sesuatu.” jawabnya kemudian.
Lagi? Setelah pantai seindah surga itu, ia mau menunjukkan apalagi? Benak Krichel kembali bertanya. Kotak besar itu akhirnya berhenti. Pintu lift akhirnya terbuka dan mereka berdua pun bergegas keluar dari sana. Liam masih menggenggam erat tangan Krichel sejak keluar ruang 14 tadi. Kini, Liam dan Krichel berbelok ke kiri setelah keluar dari lift. Mereka sudah sampai pada lantai paling atas di apartement megah ini. Liam terus memandu Krichel sampai akhirnya mengajak Krichel masuk ke dalam ruangan yang gelap. Gelap sekali dan tidak ada cahaya sepercik pun. Krichel mulai merasa takut, karena sejujurnya ia tidak terlalu menyukai kegelapan. Tapi, tak lama Liam menekan tombol putih dan sekejap satu buag lampu neon di tengah-tengah ruangan itu menyala. Tempat apa itu? Sangat berantakan dan kotor. Terlihat seperti sebuah… gudang?

“Liam, kenapa kamu mengajakku ke sini?” Krichel kembali bertanya dengan pikiran aneh yang mulai menjalar di otaknya.

“Bukan ruangan ini tujuanku. Tenang saja.” jawab Liam dengan menyunggingkan seulas senyum. Seolah akan memberikan kepercayaan kepada Krichel bahwa dirinya tidak akan macam-macam. Dan benar saja, Krichel langsung luluh dengan senyuman itu dan kembali mengikuti jejak langkah Liam yang masih berjalan.

Mereka berhenti di depan tangga besi berwarna hitam yang menggantung di pinggiran tembok. Krichel menatap ke atas, ke ujung dari tangga itu. Ternyata tangga itu berujung pada sebuah pintu kotak berukuran kecil yang kira-kira hanya muat di masuki oleh satu orang saja. Jarak ujung bawah tangga ini lumayan jauh dengan lantai. Liam menggeret kursi dan meletakkannya di bawah anak tangga itu dengan tujuan akan mempermudah untuk menaiki tangga.

“Aku akan naik ke atas. Dan ketika aku memberi isyarat, kamu juga naik ya!” ujar Liam.
Krichel sebenarnya tidak mengerti sama sekali apa tujuan mereka pergi ke atas sana. Tapi, Krichel mengangguk, ia ingin tahu apa yang ada di atas sana.
Liam menaiki satu per satu batangan-batangan besi hitam itu sampai akhirnya berada tepat di bawah pintu yang juga dari besi itu. Liam membuka pintunya dan terus melangkah sampai dirinya sudah berada di ruangan lain. Liam menundukkan kepalanya dan melihat gadis yang berada di bawah dengan wajah bingungnya. Liam mengisyaratkan Krichel untuk naik. Dengan ragu, Krichel mulai menaikkan kakinya ke atas kursi dan dilanjutkan dengan batang-batang besi hitam itu. Untung saja Krichel menggunakan flat shoes, jadi ia bisa dengan mudah menaiki tangganya. Di atas sana, Liam mengulurkan tangannya untuk membantu Krichel mencapai puncak. Dan tak lama, Krichel sudah berada satu pijakan dengan Liam.
Krichel memutarkan pandangannya ke sekeliling ruangan yang tidak berwujud seperti ruangan itu. Ia tidak bisa melihat jelas sedang ada di mana mereka sebenarnya. Karena gelapnya malam dan tidak tersedianya cahaya di sana. Tapi Krichel menyadari satu hal, di atas kepalanya, tebentang benda-benda langit yang berkelap-kelip seperti intan permata.

“Close your eyes.” seru Liam yang sedang berada tepat di belakang tubuh Krichel, berbisik di telinga gadis itu.

Krichel dapat merasakan hembusan hangat napas dari rongga mulut Liam yang mencairkan darahnya dan mempercepat kerja jantungnya. “Why?”

“Just do it.” kata-kata yang terucap sangat lembut itu mampu membutakan Krichel. Krichel menuruti Liam dan menutup matanya. Dan kemudian Krichel merasakan sentuhan hangat di kedua kelopak matanya. Liam meletakkan telapak tangannya di sana. Untuk memastikan bahwa Krichel tidak akan melihat apa-apa sebelum sesuatu itu sudah di hadapannya.
Liam menuntun Krichel untuk melangkah ke depan. Perlahan tapi pasti, langkah-langkah itu mereka jalani. Beberapa langkah mereka ambil, lalu Liam menghentikannya.

“Ketika aku sudah melepaskan tanganku, buka matamu.” Liam kembali berbisik dan Krichel kembali mengangguk. “Hitungan ketiga.” sambung Liam.

Krichel merasakan debaran yang begitu dahsyat di dalam rongga dada kirinya. Menerka-nerka apa yang akan ia lihat setelah membuka matanya nanti. “Satu..” Liam mulai menghitung. “..dua,..tiga.” Liam melepaskan telapak tangannya dari kedua kelopak mata Krichel. Krichel perlahan membuka matanya. Senyuman yang sedikit membuka mulutnya itu tergambar jelas di wajahnya. Perasaan takjub kembali dirasakan oleh Krichel. Sekarang di hadapannya tertera lukisan indah yang sangat besar. Sebesar kota Los Angeles ini. Karena memang itulah yang dilihatnya, pemandangan malam hari di kota LA. Beraneka ragam warna dari lampu-lampu bersinar indah bagaikan lautan cahaya di kegelapan. Terang saja, kota besar pusat perbisnisan ini, mempunyai ribuan gedung menjulang tinggi. Yang sekarang, memancarkan butiran-butiran cahayan lampu. Cantik sekali. Bercakan cahaya berjalan juga nampak banyak terpancar dari sinar kendaraan yang berlalu lalang. Mungkin ini adalah pemandangan biasa yang dilihat pada malam hari. Krichel juga pernah melihat keadaan kota Jakarta pada malam hari pada ketiggian. Tapi entah mengapa, pemandangan ini jauh dirasa lebih indah dari itu. Mungkin karena kota LA yang lebih besar dan biasan-biasan cahaya yang lebih banyak juga. Entahlah, atau mungkin karena Krichel melihat pemandangan ini bersama seseorang yang special?

“Indah, bukan?” ucap Liam yang sekarang berada tepat di sebelah kiri Krichel, mengenggam tangannya.

“Sangat!” jawab Krichel tanpa mengalihkan pandangannya yang lurus ke depan.
“Tapi kamu jauh lebih indah dari ini.”

Krichel hampir saja meledakkan bom atom di jantungnya. Dan ia hampir saja mati lemas mendengar pujian yang tak lazim ia dengar itu. Krichel sontak menoleh ke arah Liam. Menatap wajahnya yang menawan disetiap keadaan.

“Kamu tahu?” ucap Liam. Krichel semakin memperdalam tatapannya. Mencoba menebak kalimat apa yang akan Liam keluarkan. “Aku senang kamu menyebutkan namaku dipertanyaan terakhir pada permainan tadi.” lanjut Liam, menoleh pada Krichel, menatap mata gelapnya.

Lagi. Krichel merasakan detakan tidak normal pada jantungnya lagi dan lagi. Mereka saling menatap saat ini. “Kenapa?” pertanyaan yang keluar dari bibir Krichel.

“Suatu saat, kamu pasti akan mengetahuinya.”

Mengapa? Mengapa aku selalu tidak berdaya saat berada di dekatnya? Jantungku selalu berkerja lebih keras setiap ia melontarkan kalimat yang mampu membuat aku terbang tanpa sayap. Mengapa ia selalu membuatku tersanjung? Membuatku semakin mendalami perasaan ini. Mengapa ia selalu menunjukkan sesuatu yang indah tepat setelah aku menyadari perasaan apa ini? Aku ingin menjawab pertanyaan-pertanyaan itu dengan pernyataanku, bahwa ia memiliki perasaan yang sama denganku. Tapi aku takut. Takut kembali jatuh dalam perasaan kecewa. Aku tidak mau ‘lagi’ mengalami kekecewaan. Kalimat-kalimat itu terucap lirih dalam benak Krichel.

Angin malam melewati mereka berdua dan menyentuh lembut lapisan kulit terluarnya. Liam dan Krichel masih tenggelam dalam tatapan. Sampai akhirnya, Liam menjatuhkan seluruh tubuh Krichel dalam dekapannya. Krichel tercengang, terkejut atas perlakuan Liam ini. Pipi kanan Krichel menempel erat pada dada bidang Liam. Kedua tangan Liam mengusap lebut punggung Krichel. Nyaman. Nyaman sekali berada dalam keadaan seperti ini. Ya Tuhan, bisakah Kau hentikan waktu pada saat ini? Saat ini saja. Aku tidak mau lepas darinya. Ingin selalu dekat dengannya seperti ini.

Liam meletakkan dagunya pada puncak kepala Krichel. “Sebaiknya kita segera turun sebelum kamu jatuh sakit karena dinginnya angin malam.” ucapnya. Masih mendekap gadis mungil itu.

Tidak! Aku tidak mau mengakhiri moment bahagia ini. Bahkan jika aku sakit pun, aku tidak peduli asalkan Liam masih mendekapku seperti ini. Tapi, tidak mungkin Krichel mengatakan itu. Ia hanya bisa dan mampu mengatakannya dalam hati. Krichel mengangguk dalam pelukan Liam. “Hm, Liam..” ucap Krichel sebelum Liam sempat melepas dekapannya.

“Ya?” sahut Liam.

“Terimakasih.”

Liam tersenyum. Walaupun Krichel tidak melihatnya, namun ia merasakan pergerakan dari bibir Liam yang membentuk senyuman itu. “Sama-sama.” ujar Liam. Lalu ia melepaskan pelukan hangatnya, dan membawa Krichel kembali ke dalam ruangan yang masih di penuhi keceriaan itu.

***********

“Hey, kalian berdua dari mana saja?” pertanyaan itu langsung diajukan oleh Louis setelah Liam dan Krichel masuk ke dalam ruangan.

“Benar! Krichel, sekarang sudah semakin larut sebaiknya kita pulang.” sambar Darlee bahkan sebelum Liam atau Krichel sempat menjawab pertanyaan Louis.

Krichel melirik arloji putih yang melingkar pada pergelangan tangannya. Sudah pukul 9 PM.
“Benar juga. Boys, sepertinya kita berdua harus segera pulang.” ucap Krichel.

“Biar aku antar.” seru Niall bangkit dari duduknya.

“Tidak perlu, Niall. Aku dan Darlee bisa naik taxi.” sahut Krichel yang disertai anggukan oleh Darlee.

“Tidak boleh ada penolakan.” ucap Niall dengan nada yang dibuat-buat. Krichel, Darlee dan yang lainnya hanya tertawa mendengar itu.

Krichel meraih tasnya yang tergeletak di sofa tempat ia duduk tadi. Sedangkan Darlee memang sudah bersiap ingin pulang sejak sebelum Krichel dan Liam kembali ke ruangan.

“OK, guys, aku rasa kita harus pulang sekarang. Aku harap kita bisa bertemu lagi.” seru Darlee.

“Itu pasti.” sahut Zayn.

“Tenang saja, kita pasti bertemu lagi.” sambung Harry. Darlee tersenyum mendengar jawaban itu. Mungkin saat ini, ia memang sudah memiliki perasaan pada Harry.

“Hati-hati ya, kalian!” seru Louis.

“OK!” jawab Krichel dan Darlee bersamaan.

Setelah itu, Niall, Darlee dan Krichel beranjak keluar ruangan. Liam membukakan pintu untuk mereka. 

“I’ll call you later.” ucap Liam berbisik saat Krichel berjalan melewatinya ketika ingin keluar dari ruangan. Krichel menoleh sejenak dan memasang seulas senyum lalu melanjutkan langkahnya. Liam terus menatap punggung Krichel yang kian menjauh sampai akhirnya hilang karena mereka bertiga memasuki lift. Lalu, Liam kembali menutup pintunya.

“Tadi kau dan Krichel pergi ke mana?” Tanya Zayn yang masih duduk di sofa.

“Suatu tempat yang membuatnya sangat senang.” jawab Liam lalu bergabung dengan Zayn, duduk di sampingnya.

“Di mana? Dan kenapa kau mengajaknya ke sana?” sambung Harry.

“Puncak apartement. Aku memperlihatkan kota ini dari atas sana.” tukas Liam. “Aku mengajaknya ke sana karena…” Liam menghentikan kata-katanya. Membuat senyuman lembut di kedua belah bibirnya sambil menundukkan kepala. Lalu sedikit terkekeh karena mengingat adegan romantic yang tadi baru saja terjadi. Saat kehangatan itu bersatu menjadi sebuah keharmonisan yang indah. Tubuh mungil Krichel masih terasa pada genggaman tangan Liam sekarang. Liam tidak akan melupakan pelukan berharga itu.

“Ya Tuhan! Liam, lihat dirimu! Kau seperti orang yang sedang jatuh cinta.” pernyataan tepat baru saja terucap dari bibir Louis.

“Sepertinya bukan ‘seperti’ lagi. Tapi memang benar. Ya kan, Liam?” sekarang Harry yang tepat menebak perasaan Liam.

“Astaga, kau mencintai Krichel?” pertanyaan serius dari Zayn terucap.

Liam masih terjaga dengan balutan senyumnya. Memandang wajah ketiga sahabatnya itu secara bergantian. Seolah mengatakan ‘kalian pintar sekali!’

“Liam?” suara Zayn, Harry dan Louis berpadu menjadi satu suara karena Liam masih belum menjawab dan hanya tersenyum seolah bibirnya tidak bisa berubah posisi lagi.

“Baiklah, baiklah. Ya, kalian semua benar. Aku jatuh cinta padanya.” lontaran jawaban dari Liam tersebut membuat Zayn, Harry dan Louis saling pandang, lalu kembali menatap sahabatnya yang sedang dimabuk cinta itu.

“Aku sudah menduganya! Ha ha ha!” seru Harry.

“Benarkah?” tanya Liam.

“Yap! Memang menurutmu mengapa aku menyuruhmu untuk menatap mata Krichel pada permainan tadi? Ha ha ha!” jawab Harry masih dengan tawa renyahnya. Liam juga ikut tertawa karena mengingat tantangan dari Harry yang ternyata Harry bermaksud untuk menjahilinya.

Zayn dan Louis ikut tertawa mendengar ucapan Harry tadi. Tapi ada sesuatu yang sangat mengganjal di hati Zayn. Sekarang dia mengetahui kenyataan bahwa kedua sahabatnya memiliki perasaan untuk gadis yang sama. Bagaimana ini? Pasti akan ada masalah yang terjadi jika Niall dan Liam mengetahui hal ini. Mereka mencintai gadis yang sama, yaitu Krichel. Persahabatan kami pasti akan sedikit terganggu. Dan itu sangat konyol jika penyebabnya adalah seorang wanita! Pikiran Zayn berkecamuk. Ia bimbang harus berbuat apa. Ia tidak tahu harus mendukung yang mana. Kedua orang itu adalah sahabatnya. Dan ia juga berpikir bahwa seorang gadis seperti Krichel, memang sangat dibutuhkan oleh Liam maupun Niall. Liam baru saja mengalami patah hati yang cukup membuat hidupnya berat untuk dijalani. Lalu Krichel datang dan membawa perubahan padanya sampai membuatnya jatuh cinta. Sedangkan Niall, Niall tidak pernah merasakan jatuh cinta sedalam ini setahu Zayn. Dan Niall juga tidak pernah berhasil dalam soal percintaan. Niall selalu saja disakiti oleh wanita pujaannya, tapi Zayn yakin Krichel bukan gadis yang seperti itu. Tanpa sadar, Zayn telah mengabaikan Louis yang memanggil namanya daritadi.

“Zayn!”

“W-What?” sahut Zayn pada akhirnya dan menoleh pada Louis.

“What’s wrong?” Tanya Louis.

Zayn mengitari pandangannya mencari sosok Liam yang ternyata sudah tidak ada di ruangan itu. Hanya ada ia, Harry, dan Louis. “Where’s Liam?”

“Dia sedang mandi, kenapa?” kali ini Harry yang menjawab.

“Psstt, I wanna tell you something that you must to know.” ujar Zayn sedikit berbisik dan memandang ke arah Louis dan Harry secara bergantian. Wajahnya sangat serius. Harry dan Louis juga menebak bahwa Zayn akan mengatakan hal yang serius.

“What is that?” Tanya Louis mendekat pada Zayn, begitu juga Harry.

Mereka bertiga sekarang duduk di sofa panjang yang bisa diduduki oleh tiga orang. Wajah mereka berdekatan karena Zayn yang menyuruhnya. Zayn tidak mau hal ini terdengar oleh Liam. Dan Untung saja Niall sedang tidak di sini.

“Dengar, mungkin ini adalah masalah yang cukup serius. Aku tidak sanggup jika memendamnya sendiri, jadi aku harus memberitahu kalian. Siapa tahu kalian tahu jalan keluarnya.” Zayn memulai penjelasan awalnya.

“Okay, tell us!” sahut Harry tanpa meninggikan intonasinya.

Zayn menghela napas sejenak. “Niall juga mencintai Krichel.”

“What?!”



-to be continued-

Because Your Smile Part 11

#1DLS "Your Smile" Part 11
created by @DyahAnindes


enjoy reading ;)


-----------------------------------------------------

To : Liam Payne
Aku ingin berkunjung ke apartement kalian. Sekalian mau memperkenalkan salah satu temanku. Dia directioner!

From : Liam Payne
Oh yasudah kalau begitu, kamu dan temanmu datang saja sekitar pukul 3. Atau perlu aku jemput?

To : Liam Payne
Tidak, tidak usah
J aku dan temanku naik taxi saja he he.

From : Liam Payne
Baiklah. Sampai bertemu nanti Krichel :D xxx

To : Liam Payne
Okay! See you Liam!

Begitulah kira-kira isi percakapan singkat antara Krichel dan Liam. Krichel jadi tidak sabar melihat bagaimana tanggapan Darlee bahwa hari ini ia akan mengajaknya bertemu dengan One Direction. Ha ha, ia pasti akan berteriak terima kasih padaku banyak sekali dengan sangat gembira! seru Krichel dalam hati. Setelah itu, Krichel mengalihkan pandangannya ke layar handphone dan mulai mencari kontak nomor handphone Darlee. Ia akan mengabarinya lewat telepon saja. Sudah ketemu, Krichel langsung menekan tombol hijau.

“Halo, Krichel!” suara diseberang sana menyapa.

“Hai, Darlee! hm, apakah tawaranmu mengajakku pergi keluar masih berlaku?” ujar Krichel.

“Tentu saja! Aku menunggu balasan SMS darimu sejak tadi tahu?!” protes Darlee.

“Iya, maaf. Tadi aku membalas SMS dari Liam dulu, he he.”

“Oh. Okay. Ya, ya, aku mengerti.” seru Darlee dengan nada malas. Sebenarnya ia sedang menggoda Krichel.

“Ha ha, apa deh kamu ini! Eh, aku punya kabar gembira!”

“Kabar apa?”

“Tapi, kamu janji tidak akan berteriak ya! Aku bisa tuli nanti!”

“Tergantung apa isi beritanya. Kalau kamu bilang kamu akan mempertemukanku dengan 1D pasti aku berteriak ha ha ha.” ucap Darlee dengan nada bercanda. Mengapa bisa tepat sekali jawabannya? pikir Krichel.

Krichel menghela napas. “Berarti aku harus bersiap menutup telingaku rapat-rapat.”

“A-a-apa? Ja-jad-jadi?”

“Tunggu dulu! Aku mau menutup telingaku. Ya, Darlee, jam 3 sore nanti!”

Benar saja, Krichel langsung menutup telinga kanannya dan kemudian terdengar suara teriakan kencang yang terdengar jauh. Karena diseberang sana, Darlee berteriak dengan menjauhkan handphonenya. Darlee juga tidak ingin membuat temannya tuli seketika.

“K-Ka-Kamu serius, Chel?” Tanya Darlee yang kini napasnya terengah-engah karena menahan semua teriakan yang masih ingin Darlee keluarkan.

“Iya, aku serius. Aku juga sudah bicara pada Liam tadi.”

“OH MY GOD! Thank you, thank you, thank you, thank you Krichel!” seru Darlee.
Benarkan dugaanku? Ha ha. Ucap Krichel dalam hati.

“Ya, ya, you’re welcome honey.” sahut Krichel dengan tawaan kecil.

“Baiklah, nanti aku akan ke rumahmu sebelum kita berangkat.”

“Okay. Bye Darlee.”

“Bye, Krichel.”

Dan suara nada sambungan putus pun terdengar. Krichel tersenyum bahagia menatap layar handphonenya. Ia senang bisa membuat temannya sesenang itu. Ia juga senang akhirnya ia bisa berkumpul kembali dengan 5 orang tampan yang konyol itu. Pasti hari ini akan menjadi hari yang menakjubkan.



********************************************



Sudah lewat lima menit dari pukul 3 tepat. Krichel sedang berdiri di depan pagar rumahnya ditemani dengan sebuah taxi yang sudah datang tepat waktu. Flat shoes cokelat yang menutup telapak, jemari, dan tumit kedua kakinya itu ia hentak-hentakkan ke tanah seperti orang yang sedang menunggu sesuatu. Ya memang benar, ia sedang menunggu Darlee yang belum kelihatan juga bahkan sehelai rambutnya. Kemana gadis itu? Dengan jarak rumah tidak sampai 10 meter saja bisa membuatnya terlambat? Oh pasti masalah bukan terletak pada perjalanannya ke rumah Krichel, tapi apa saja yang dilakukan gadis blonde itu di dalam rumahnya. Tak lebih dari dua menit kemudian, Darlee muncul dari depan rumahnya dan berlalri kecil menghampiri Krichel.

“Bagaimana nona?” ledek Krichel setelah Darlee sudah berada dihadapannya.

“He he he he. Ya, maaf aku terlambat. Ayo langsung berangkat.”

“Maaf diterima.” sahut Krichel singkat lalu berjalan mendekati taxi dan masuk ke dalamnya diikuti dengan Darlee.

Dalam perjalanan, Darlee terus saja menggosokkan kedua telapak tangannya yang basah. Astaga, dia terlihat nervous sekali! Apa aku juga seperti ini waktu itu? benak Krichel berbicara. Perjalanan hanya berlangsung kurang dari 15 menit. Sekarang mereka sudah berada di lobby apartement tempat The Boys beristirahat. Krichel dan Darlee saling bergandengan menelusuri lorong-lorong apartement sampai akhirnya masuk ke dalam lift. Darlee masih terlihat gugup. Sebenarnya Darlee ini tipe orang yang cuek pada hal apapun. Ia juga mudah menyembunyikan perasaan dengan ekspresi yang biasa saja. Tapi entah mengapa dia terlihat jelas sekali gugupnya. Atau mungkin ini karena di depan Krichel saja? Jadi ia tidak masalah jika Krichel tahu bahwa ia sedang gugup. Dan benar saja, di sinilah mereka sekarang. Berada di depan pintu masuk ruang 14 dan seorang lelaki berambut keriting yang membukakan pintu.

“Hai, Harry!” sapa Krichel lembut dengan senyuman.

“Hai, Krichel! Tidak menyangka kamu akan datang.” sahut Harry memperlihatkan lesung di kedua pipinya. “Ayo masuk!”

Krichel mendahului Darlee masuk ke dalam. Darlee menyusul karena tarikan dari tangan Krichel. “Halo semuanya!” Krichel kembali menyapa. Semua penghuni ruangan menoleh ke arah Krichel.

“Lho, Krichel?” seru Niall seolah tak percaya bahwa Krichel di sini, di hadapan mereka.

“Ha ha! Maaf aku lupa memberitahu kalian kalau Krichel akan datang.” lalu suara Liam terdengar menyambar.

Krichel memperlihatkan senyumnya. Dan menoleh kepada Darlee, yang sekarang sudah merubah ekspresi wajahnya jadi biasa saja. “Kenalkan, ini Darlee, temanku yang juga Directioner.”

Lalu 5 orang lelaki itu secara bergantian menjabat tangan Darlee dan menyebutkan namanya masing-masing. Tidak lupa juga menyuarakan “Nice to meet you”-nya. Di sinilah mereka semua, berkumpul di ruang TV, tempat biasa mereka mengobrol, dan bercanda. Keadaan normal saat mereka berkumpul seperti saat ini adalah tertawa lepas dan tidak berhenti menceritakan sesuatu dengan topic yang berbeda-beda. Darlee juga terlihat nyaman dalam percakapan konyol ini. Buktinya, ia tidak lagi terlihat canggung. Ia selalu menjawab jika di tanya dan selalu menyahut jika itu perlu. Orang yang sangat cepat beradaptasi, itulah Darlee.

“Bagaimana kalau kita bermain?” tukas Louis ditengah pembicaraan yang mulai memudar itu.

“Bermain apa?” tanya Darlee menanggapi.

“Kalian pasti tahu permainan ‘Truth or Dare’ kan? Yang belakangan ini marak di dunia maya?” ucap Louis memastikan.

Yang benar saja! Louis mau mengajak kita bermain Truth or Dare?! Permainan yang sangat mengerikan untukku! Dimana kita harus berani melakukan sesuatu yang konyol atau harus jujur menjawab pertanyaan yang menyebalkan. Sama sekali bukan ide yang bagus, Louis! gerutu Krichel dalam hati. Ia memang sebal betul dengan permainan yang biasa di sebut ‘ToD’ ini.

“Ide yang bagus!” seru Niall setelah ia menganggukkan kepalanya.

Lalu semua menyetujuinya. Bahkan Darlee! Krichellah satu-satunya orang di sana yang mengeluarkan ekspresi “HAH?!”-nya. Namun apa daya? Semua sudah menyetujinya, ia harus mengikuti mau tidak mau.

“Oke! Aku akan mencari botol kosong di dapur.” seru Zayn.

“Bantu aku menggeser ini!” ujar Liam yang terlihat sedang bersaha menggeser meja ruang TV agak meminggir agar di tengah ada tempat yang luas untuk kita membuat lingkaran dengan posisi duduk.

Semuanya membantu kecuali Krichel dan Darlee. Mereka berdua hanya menyaksikan aktivitas merepotkan itu. Para lelaki itu menggeser barang-barang yang ada sampai terbuatnya ruangan yang cukup luas di antara barang-barang yang baru digeser itu. Zayn kembali dengan membawa botol beling berwarna hijau yang ringan.

“Baiklah, ayo kita membuat lingkaran!” seru Zayn. Semuanya menuruti.

Mereka semua duduk di lantai dengan kaki bersila. Membuat lingkaran yang tidak terlalu besar namun rapi. Krichel dan Darlee bersampingan. Liam duduk di sebelah kiri Krichel. Dan terus ke kiri secara berurutan Louis, Niall, Zayn, dan Harry. Dengan begitu, Darlee bersebelahan dengan Harry. Dan jujur saja, setiap melihat Harry, jantung Darlee mempercepat pompaan darahnya. Krichel sudah tahu bahwa personil favorite Darlee memang lah Harry Styles.

“Siapa yang pertama memutar botolnya?” Tanya Harry.

“Bagaimana kalau Ladies First?” usul Niall menaik-turunkan kedua alisnya.

“Ya, tapi, disini yang wanita ada dua.” sahut Louis.

“Begini saja. Aku akan mengajukan sebuah pertanyaan. Siapa diantara kalian berdua yang mengangkat tangannya terlebih dahulu dan jawabannya benar, ia yang pertama memutar botolnya, bagaimana?” sekarang usul dari Zayn. Semua melihat ke arah Krichel dan Darlee. Krichel dan Darlee pun mengangguk setuju. “Baiklah. ini pertanyaan yang sangat mudah. Apalagi bagi seorang Directioners.” sambung Zayn. “Oke, kalian boleh angkat tangan setelah hitungan ketiga ya! Pertanyaannya, apa single pertama One Direction?”

Kedua gadis itu langsung gatal ingin mengangkat tangan kanannya. Tapi, Zayn belum mulai menghitung, jadi mereka tunggu sampai hitungan yang ke tiga.

“1..2..3!”

Beda sepersekian detik hampir bersamaan. Tapi, Krichel terlihat lebih dulu mengangkat tangannya ketimbang Darlee.

“Jadi jawabannya?” tanya Zayn.

“What Makes You Beautiful, of course.” jawab Krichel mantap dan yakin. Jelas saja, itu adalah pertanyaan termudah setelah 1+1 bagi dirinya.

“Ha ha ha, oke, kamu duluan yang putar botolnya.” ujar Liam.

Krichel mencondongkan badannya untuk bisa meraih botol tersebut. Lalu setelah ia memegangnya, dengan kuat ia memutar botol itu. Botol berputar sangat cepat. Semua orang di situ menunggu pada siapakah ujung botol itu berhenti dan siapakah yang akan mendapatkan tantangan pertama. Botol itu melambat dan akhirnya benar-benar berhenti pada… Harry!

Krichel menoleh ke Harry dan tersenyum iseng. “Jadi, Truth or Dare, Harry?”

Harry terlihat berpikir. “Truth.” jawabnya kemudian. Truth adalah dimana seseorang itu harus menjawab jujur apapun pertanyaannya.

Krichel menoleh sejenak ke arah Darlee. Terpikirkan oleh Krichel bahwa ia akan membuat detakan jantung Darlee menderu-deru. Sungguh pikiran yang usil. “Menurut kamu Darlee itu bagaimana?” ujarnya.

Saat itu Darlee langsung menoleh ke Krichel dan membulatkan matanya. Krichel hanya menanggapinya dengan tawaan meledek.

“Ayo, Harry jawab dengar jujur! Ha ha!” seru Louis. Semuanya memasang telinga baik-baik untuk mendengarkan jawaban dari Harry.

“Hmm, Darlee itu gadis yang menyenangkan dan pastinya dia itu cantik.” jawab Harry pada akhirnya. Dan ketika ia mengucapkan kata ‘cantik’ ia menoleh ke Darlee. Benar, jantung Darlee seolah akan berhenti saat itu juga. Sorakan dari sahabat-sahabatnya itu langsung terdengar. Mereka menggoda Harry.

“Hanya itu saja?” Krichel kembali bertanya karena merasa tidak puas.

“Aku kan baru mengenalnya hari ini. Jadi, mana mungkin aku mengatakan hal yang macam-macam.” jelas Harry. Benar juga yang ia katakan. “Oke, sekarang aku yang memutar botolnya.” seru Harry. Karena memang begitu peraturannya. Orang yang mendapatkan tantangan berhak untuk memutar botol pada kesempatan selanjutnya dan berhak memberi tantangan. Botol itu kembali berputar. Dan kembali melambat sampai akhirnya berhenti. Liam, yang sekarang harus menerima tantangan. “Truth or Dare?” tanya Harry.

“Dare.” jawab Liam mantap. Untuk Dare, ini adalah di mana seseorang harus melakukan apa saja yang disuruh oleh si penantang.

Harry langsung berpikir untuk mengerjai Liam. Ia sudah tahu bahwa pandangan Liam kepada Krichel itu berbeda. Dan dia menebak Liam menyukai Krichel. Walaupun ia tidak yakin, tapi tebakannya itu betul. “Tatap mata Krichel selama satu menit!”

“WHAT?!” malah Krichel yang terkejut. “Mengapa harus aku?” protesnya.

Jelas saja Krichel protes. Liam disuruh menatap matanya di depan orang-orang konyol ini! Sama saja memperlihatkan kebodohan Krichel karena akan terhanyut oleh tatapannya! GILA! Sebenarnya tantangan ini untuk aku atau Liam? gerutu Krichel dalam hati. Karena ini secara tidak langsung menantang Krichel untuk tetap terlihat biasa jika harus berpandangan dengan Liam. Itu pasti sangat sulit!

“Oke!” seru Liam.

Tuhan selamatkanlah akuuu! jeritan hati Krichel. Krichel tidak berani menoleh ke arah Liam. Krichel malah menoleh ke Darlee. Darlee sedang tertawa saat itu. Lalu menoleh ke Krichel dengan pandangan yang seolah berkata “Rasakan!” Sial! Darlee pasti sangat senang, pikir Krichel.

“Hey, Krichel! Ayolah Liam akan menjawab tantangannyaa!” seru Harry, sang pemberi tantangan.

Dengan sangat perlahan dan berat hati Krichel memutarkan tubuhnya menghadap Liam. Dan mulai melihat tepat ke mata cokelat tua yang selama ini membuat Krichel tersesat di dalamnya. Liam juga mulai melihat lekat-lekat ke mata Krichel. Sebenarnya bukan hanya Krichel yang merasakan jantungnya akan pecah saat ini. Liam juga merasakan hal yang sama. Krichel jadi teringat saat dipantai menawan itu. Mereka berdua juga sempat bertatapan seperti ini sebelum sunset mulai turun. Keindahan itu seolah tergambar kembali di mata Liam. Nyaman, suasana yang sekarang mulai terasa. Memang inilah perasaan Krichel setiap kali manatap Liam.

Dan selama tatapan itu berlangsung, ada sepasang mata yang tidak mau melihat pemandangan di hadapannya ini. Sepasang mata biru Niall. Niall tahu ini hanyalah sebuah permainan. Tapi, entah kenapa hati Niall terasa sakit melihat Krichel menatap mata orang lain selain dirinya.

“Yap. Sudah satu menit!” seru Harry. Liam dan Krichel pun tersadar dan saling memalingkan wajah.

“Ha ha haaa! Bagaimana rasanya?” goda Zayn. Tidak ada yang menjawab itu. Mereka berdua hanya tersenyum malu karena salah tingkah.

“Sekarang aku yang memutar botolnya!” seru Liam dan meraih botol itu. Memutarnya dan kembali menunggu akan dimana ujung botol ini menunjuk. Berhenti, dan…. Louis!

“Mati aku.” ucap Louis spontan. Membuat gelak tawa pecah seketika.

“Oke Louis, Truth or Dare?” aju Liam.

“Hmm, Truth.” jawab Louis.

“Baiklah. Jujur saja aku sangat ingin mendengar jawaban ini. Mana yang kau lebih relakan jika ia hilang, Kevin atau wortel?” ujar Liam menyuarakan pertanyaannya. Semuanya tertawa mendengar pertanyaan Liam.

“Oh, God! Oh GOD!” seru Louis menggeleng-gelengkan kepalanya dengan cepat. “Kevin… wortel… Oh My God! Aku tidak bisa menjawabnyaaaa!” Gelak tawa kembali pecah karena kelakuan konyol Louis ini. Memang benda yang paling berharga di hidupnya itu adalah Kevin dan wortel. Kevin adalah boneka atau bisa disebut patung burung merpati yang ringan. Barang itu sudah seperti sahabatnya sendiri. Sedangkan wortel adalah makanan kesukaan Louis. Ia tidak bisa makan tanpa ada sentuhan wortelnya. Bagaimana jika mereka hilang? Louis tidak bisa membayangkan itu.

“Ayolah Louis, ini kan hanya sebuah pertanyaan. Mereka tidak akan hilang!” bujuk Liam.

“Baiklah. Dengan sangat berat hati aku akan menjawab… Keviiiiin, hu hu hu.” jawab Louis dengan mengekspresikan wajah menangis. Tidak ada yang tidak tertawa di ruangan itu. Louis memang raja konyol! Louis langsung mendengus dan meraih botolnya. Ia memutarnya terlalu kencang. Jadi botol itu berputar sangat cepat, lebih cepat dua kali lipat. Sehingga menunggunya berhenti pun lumayan lama. Tapi, ya, seperti benda yang normal pada umumnya, benda itu berhenti juga. Dan sekarang sasarannya adalah Niall! “Apa pilihanmu?”

“Dare!” jawab Niall tanpa basa-basi dan berpikir.

“Hmm.. apa ya tantangannya?” Louis berpikir. Ia mau tantangan yang bisa membuatnya tertawa atau yang membuat Niall sangat berat melakukannya. “Hmm, Coba peragakan pernyataan cinta kepada Krichel!”

“WHAT?!” Niall terkejut bukan main! Krichel juga. Sungguh tantangan yang tidak pernah terbayangkan oleh Niall sebelumnya. “Louis, itu konyol!” protes Niall.

“Ayolah Niall, ini kan hanya berpura-pura!” bujuk Louis.

Niall tahu kalau ini hanya berpura-pura. Tapi mengapa harus Krichel? Mengapa harus orang yang benar-benar ia cintai? Mengapa ia harus menyatakan cinta sebelum hatinya siap? Mungkin kalau Louis menyuruhnya untuk menyatakan cinta kepada Darlee, itu mudah. Karena ia tidak mempunyai perasaan apa-apa padanya. Tapi, mau tidak mau ia harus melakukannya. “Oke, oke.” sahutnya.

“Krichel, ayo berdiri!” seru Harry.

“Kenapa?” Tanya Krichel.

“Ayolah, biar seru, Krichel!” sambung Harry.

“Sana berdiri.” cetus Darlee menyenggol bahu Krichel. Krichel memutar kedua bola matanya dan menuruti apa yang mereka inginkan, ia berdiri dan melangkah ke tengah-tengah lingkaran. Begitu pun Niall.

Sekarang Krichel dan Niall saling berhadapan. Niall sangat bingung apa yang harus dikatakannya. Ia saja belum tentu berani melakukan ini suatu saat nanti. Dan sekarang, ia harus melakukannya?! Niall, tenangkan dirimu! Ini hanyalah permainan! Lakukan, dan selesai! ujar Niall dalam hatinya. Sekaligus mengatur napasnya yang mulai tidak beraturan.
Niall mulai berlutut di hadapan Krichel. Menumpu salah satu lututnya dengan lantai. Tangan kanannya meraih tangan kanan Krichel. Suara siulan mulai terdengar di sini. Sungguh, Niall-sangat-gugup! Niall mendongakkan kepalanya untuk melihat wajah Krichel. Krichel pun menunduk untuk melihat wajah Niall. Seperti pangeran dan sang putri. Dimana sang pangeran akan melamar putri cantiknya. “I love you. Would you be my girlfriend?” seru Niall pada akhirnya setelah mengatur napas lumayan lama. “Done!” ucapnya dan langsung kembali berdiri. Suasana menjadi hening. Liam, sangat cemburu melihat kejadian barusan. Tapi ia harus bisa menahan emosinya karena ia tahu ini hanyalah permainan.

“Kenapa? Apa aku harus menjawabnya juga?!” seru Krichel pada semuanya. Terdengar seperti protes karena mereka semua malah terdiam.

“Ha ha ha. Tidak, tidak. Sudah cukup!” jawab Louis.

“Baiklah. Siap-siap siapa gilirannya sekarang.” ujar Niall setelah dirinya dan Krichel kembali duduk di tempatnya. Lalu ia memutar botol itu. Dan berhenti pada, Darlee! “Truth or Dare, Darlee?”

“I choose… Dare!” jawab Darlee.

“Oke! Kamu harus menahan tawa sementara Louis akan memperlihatkan gerakan lucu!” seru Niall menyampaikan tantangannya.

“Boleh saja!” sahut Louis. Louis memulai gerakannya dengan menjerengkan kedua matanya, menarik kedua daun telinganya, dan menjulurkan lidah secara bersamaan. Niall yang berada disebelahnya, menaikkan ujung hidung Louis dengan telunjuk sehingga kedua lubangnya melebar. Sekarang Louis terlihat seperti babi bermata jereng! Liam, Krichel, Harry, Zayn, terlebih lagi Niall, tertawa terbahak-bahak! Niall yang paling terpingkal melihat itu. Ya, Krichel saja menjulukinya mister-always-laughing karena tawaannya yang mengundang orang lain untuk tertawa juga. Darlee sebenarnya ingin sekali tertawa. Tapi ia menahannya dengan sekuat tenaga, seperti tantangannya. Ternyata benar, Darlee mampu menyembunyikan perasaan dengan memgekspresikannya dengan biasa saja. Semua masih tertawa, sampai Louis menormalkan wajahnya lagi. Semuanya bertepuk tangan karena Darlee berhasil melakukannya.

“Hebat, hebat!” seru Zayn.

“Itu mudah bagiku.” ujar Darlee menaikkan kedua bahunya menyombong. Lalu beranjak memegang botol hijau itu, dan memutarnya. Semua menunggu harap-harap cemas. Sampai akhirnya botol kembali melambat dan berhenti.

“Dare!” cetus Zayn setelah ujung botol itu mununjuk dirinya, tanpa di tanya pun ia langsung menjawab.

Darlee memiringkan senyumnya. Pikiran jahil lagi-lagi terlintas. Ia tahu bahwa Zayn adalah orang paling narsis sepanjang masa yang pernah ia ketahui. Kita lihat saja, apakah Zayn mampu menjawab tantangan dari Darlee. “Katakan kalimat ini sama persis dengan apa yang kuucapkan!”

“Apa itu?” tanya Zayn penasaran.



-to be continued-

Because Your Smile Part 10

#1DLS "Your Smile" Part 10
created by @DyahAnindes


enjoy reading ;)


-----------------------------------------------------

Krichel membuka Dirrect Massage Twitternya. DM-singkatan dari Dirrect Massage- yang pertama ia lihat adalah dari @Real_Liam_Payne. Astaga! Orang ini, baru saja dibicarakan sudah muncul. Krichel melihat waktunya, lima menit yang lalu. Berarti baru saja, mungkin Liam masih online Twitter.

“@
KrichelDmnd Hai Krichel! Bolehkah aku meminta nomor Handphone-mu?” isi DM dari Liam untuk Krichel.

Krichel terkejut mengapa tiba-tiba Liam meminta nomor Handphone-nya. Namun, ia menuruti permintaan Liam dan membalas DM-nya dengan menyertakan nomor Handphone-nya. Terkirim, Krichel masih bingung dengan apa yang baru saja terjadi. Hal sepele, tapi mampu membuat Krichel penasaran. Apa mungkin ini karena perasaannya? Darlee yang melihat Krichel kebingungan berniat untuk bertanya.

“Ada apa?”

“Liam meminta nomor handphone-ku.” jawab Krichel.

“Benarkah?!” sahur Darlee terkejut juga.

Krichel mengangguk. Ia kembali memeriksa DM-nya, apakah sudah ada balasan dari Liam. Ketika ia periksa, ternyata tidak ada. Tak lama, HP Krichel bergetar, tanda ada pesan masuk. Tidak ada nama pengirim. Siapa kira-kira? pikir Krichel. Krichel membaca isi SMS itu yang berisi:

Hi, Krichel! This is me, Liam. Thanks for giving me your number :) What are you doin’ btw?
Perasaan Krichel pada saat itu langsung berbunga-bunga. Tidak pakai pikir panjang, Krichel langsung menjawab SMS itu.

To: Liam Payne
Oh, hi Liam! You’re welcome ;) Nope, just chilling with my friend in my house. What about you?

Terkirim. Krichel langsung tersenyum bahagia kepada Darlee.

“Siapa yang SMS?” Tanya Darlee.

“Guess who!” seru Krichel membuat Darlee semakin ingin tahu.

“Liam?” jawabnya menerka-nerka. Krichel mengangguk-anggukan kepalanya dengan sangat cepat, sembari memperlihatkan deretan giginya.

Lalu handphone Krichel bergetar lagi. Dengan sigap, Krichel membuka SMS itu karena handphonenya masih ia genggam.

From: Liam Payne
Aku sedang tidak melakukan apa-apa. Oh ya, Krichel, bagaimana kalau aku mengajakmu jalan-jalan sore ini? Kamu mau? ;)

Di sini ekspresi Krichel lebih bahagia dari yang tadi. Ia langsung menoleh ke Darlee. Darlee pun siap mendengarkan apa yang akan Krichel katakan.

“Liam mengajakku jalan nanti sore!” ujar Krichel dengan tekanan disetiap kata yang ia ucapkan.

“Aaaa! Congrats!” sahut Darlee dengan wajah yang turut berbahagia.

Krichel membalas SMS dari Liam tersebut.

To: Liam Payne
Sepertinya menarik :D oke, aku mau. Dimana kita akan bertemu?

From: Liam Payne
Di café tempat kita bertemu waktu itu saja. Bagaimana?

Krichel menyetujui itu. Mereka akan bertemu pukul 16:00 di Ilana café. Krichel jadi tidak sabar menanti sore hari. Senyumnya terus mengembang tak bisa membayangkan betapa senangnya ia sore ini akan menghabiskan waktu berdua saja dengan Liam. Banyak khayalan-khayalan konyol yang tergambar dipikiran Krichel. Tapi, Krichel langsung menyingkirkannya jauh-jauh sambil tertawa sendiri menyadari betapa konyolnya ia membayangkan hal seperti itu.



********************************************



Krichel keluar dari taxi dengan terburu-buru. Ia membayar argonya dan bergegas untuk menyebrangi jalan menuju Ilana café. Ya, Ilana café terletak di seberang jalan tempat Krichel turun dari taxi. Ia terburu-buru karena ia terlambat dari jadwal perjanjiannya dengan Liam. Mereka seharusnya bertemu pada pukul 4 sore, tapi ini sudah lewat 15 belas menit dari perjanjian. Karena ini janji pertamanya dengan Liam, Krichel jadi merasa sangat tidak enak sudah terlambat seperti ini. Krichel menyebrangi jalan dengan cepat, tapi tetap berhati-hati. Ia juga tidak mau mencelakakan dirinya kalau ia tidak melihat kiri-kanan saat menyebrang.
Saat berada di dalam café-masih berada di dekat pintu masuk- Krichel menoleh ke kanan dan ke kiri mencari sosok Liam Payne. Ketika ia menoleh ke arah kanan, seseorang sedang melambai-lambaikan tangannya kepada Krichel. Krichel yakin, itu pasti Liam. Jadi, ia jalan mendekati orang itu. Dan setelah berada di hadapannya, Krichel pun menempati kursi kosong di depan Liam.

“I’m so sorry, I’m late.” ucap Krichel sangat merasa bersalah.

“No problem. Aku juga baru sampai.” jawab Liam disertai dengan senyuman. Sebenarnya, Liam sudah sampai di café ini sejak lima menit sebelum pukul 4 sore. Tapi ia mengatakan itu supaya Krichel tidak terlalu merasa bersalah. Liam memang sangat pandai menjaga perasaan. Terlebih lagi wanita.

Krichel tersenyum, menghembuskan napas leganya. “Jadi, kamu ingin mengajakku kemana?” tanyanya kemudian.

“Suatu tempat yang pasti kamu akan sangat menyukainya.” jawab Liam dengan tatapannya yang tidak telepas dari Krichel.

Krichel merasa salah tingkah diperhatikan oleh Liam seperti itu. Ia menunduk merasa malu, dengan senyuman dibalik tundukkanya. Liam bangkit berdiri dan mengulurkan tangan kanannya kepada Krichel.

“Ayo kita berangkat sekarang saja.” seru Liam.

Krichel memandang uluran tangan Liam. Lalu dengan ragu meraihnya dan bangkit berdiri. Liam dan Krichel meninggalkan café itu dengan tangan Krichel yang digenggam oleh Liam. Krichel merasakan jantungnya berdetak tidak menentu. Krichel sangat merasa senang. Mereka menempuh perjalanan yang sama sekali tidak Krichel ketahui akan kemana. Tempat seperti apa yang Liam bilang akan sangat disukai oleh Krichel? Dan mengapa Liam mengajak Krichel ke tempat itu?

Selama perjalanan, di mobil Liam, Krichel dan Liam membicarakan apa saja saat itu. Liam berbeda sekali dengan malam dimana ia mengantarkan Krichel pulang. Ini baru Liam yang biasanya. Liam tanpa kesedihan yang terpancar dari matanya. Liam yang banyak bicara dan tidak pernah kehabisan kata-kata. Liam yang Krichel inginkan. Melihat Liam sedih sungguh membuat hati krichel tidak enak. Dan melihat kebahagiaan Liam kembali seperti ini, membuat semangat baru bagi Krichel. Tidak tersasa sudah satu jam perjalanan mereka lalui. Dan nampaknya, mereka sudah sampai pada tujuannya.

“Kita sudah sampai.” seru Liam.

Krichel melihat suasana di luar mobil melalui kaca jendela mobil. Pantai? tanyanya dalam hati. Ya, Liam mengajak Krichel kesebuah pantai. Suasana di pantai itu tidak terlalu ramai. Dan tidak seperti yang Krichel bayangkan. Krichel pikir, Liam akan mengajaknya ke suatu tempat yang sangat indah. Tapi pantai ini terlihat seperti pantai biasa yang pernah Krichel lihat.

“Hey, kenapa diam? Ayo turun.” ucap Liam yang tiba-tiba sudah berada di samping pintu tempat duduk Krichel. Liam membukakan pintunya, dan Krichel pun keluar dari mobil. Liam kembali menutup pintu mobil.

“Terimakasih.” sahut Krichel. Liam membalasnya dengan senyuman manis.

Liam kembali menggandeng tangan Krichel dan membimbingnya memasuki pantai itu. Krichel terkejut. Ternyata pantai ini jauh lebih indah jika dilihat langsung dari dalam. Airnya berwarna sangat biru. Bersih, tidak ada sampah sama sekali. Pasir pantai yang sangat lembut. Warnanya hampir mendekati putih bersih. Liam mengajak Krichel untuk duduk di atas pasir putih nan lembut itu. Mereka menghadap kelautan luas. Duduk berdua sambil menekukkan kaki mereka. Krichel menumpukan kedua tangan pada lututnya, melipat tangannya.

“Mengapa kamu mengajakku kesini?” Tanya Krichel membuka pembicaraan pertamanya di pantai indah itu.

“Ingin memperlihatkan sesuatu.” jawabnya. Liam menoleh kepada Krichel dan menatapnya dengan mata yang mengarah tepat pada mata Krichel. “Terimakasih atas kata-katamu waktu pertemuan pertama kita di café.” lanjut Liam.

“Kata-kataku? Yang mana?” Tanya Krichel yang tidak merasa pernah mengatakan apa-apa.

“Kita tidak boleh larut dalam kesedihan. Ia pergi, karena bukan ialah yang tercipta untuk kita. Dengan kepergiannya kita jadi bisa menemukan kembali seseorang yang lebih tepat. Dan tanpa kita ketahui, seseorang itu adalah jodoh kita.” jawab Liam mengucapkan kembali persis seperti yang pernah Krichel ucapkan.

“Wow, aku tidak menyangka kamu bisa menghapalnya.” sahut Krichel.

“Kata-kata itu sangat meresap di otakku, jadi mana mungkin aku lupa. akan selalu aku ingat. Sekali lagi terimakasih.”

Krichel merasa hatinya sedang melayang di udara. “Sama-sama. Aku senang bisa membantumu, Liam.” jawab Krichel menatap mata Liam. “Aku juga senang melihat senyumanmu kembali terukir dengan tulus, tanpa paksaan.”

Sekarang, giliran hati Liam yang merasakan ada sesuatu yang aneh. Ia sangat senang dan bahagia atas ucapan gadis di sampingnya ini. Mata Liam terus menatap dalam ke mata Krichel. Begitu pun dengan Krichel. Dirinya seolah terpenjara dan tak bisa lepas dari mata kecokelatan Liam. Mereka saling memandang untuk beberapa saat. Sama-sama terhanyut dalam tatapan masing-masing. Tidak sadar bahwa mereka sedang berada di kenyataan. Detak jantung mereka berdua sama-sama tidak beraturan. Di hadapan mereka, matahari sedang beranjak turun untuk berganti dengan bulan. Entah apa yang menyebabkannya, Liam langsung tersadar dan memalingkan wajahnya dan kembali menatap ke depan. Sangat terlihat bahwa ia salah tingkah.

Sunset akan segera muncul. “Krichel! Lihat itu!” seru Liam menunjuk ke arah matahari terbenam.

Indah sekali. Pemandangan matahari terbenam yang sangat sulit dipercaya. Langit yang mulai menggelap di sertai dengan turunnya matahari. Langit itu mempunyai lapisan warna. Di paling atas, langit berwarna gelap. Di bawahnya, langit berwarna keunguan terpampang jelas. Dan warna yang terakhir, berada dibawah langit keungun, tertera warna jingga kemerahan dengan matahari di dalamnya. Pemandangan yang tidak pernah Krichel lihat sebelumnya. Pandangan Krichel tidak bisa lepas dari sang dewa penerangan itu. Diperhatikannya matahari yang mulai turun. Sangat perlahan, tapi pasti. Matahari yang seolah akan tenggelam dilautan luas. Sungguh sangat menakjubkan. Tenggelamnya matahari itu berlangsung sekitar 10 menit.

“So beautiful.” seru Krichel agak berbisik saking takjubnya atas apa yang barusan ia lihat dengan matanya sendiri.

“Ya.” sahut Liam. Ia mendengar apa yang barusan Krichel ucapkan. “Itulah yang aku ingin perlihatkan padamu.”

Tak sadar, satu tetes air mata Krichel meluncur ke pipi mulusnya. Bahagia akan keindahan alam ini. Tapi, ia langsung menghapusnya.

“Kenapa kamu menangis?” nada cemas Liam terdengar.

“Ah-tidak. Tidak apa. Terimakasih Liam, ini sangat indah. Aku tidak percaya bisa melihat pemandangan semenakjubkan ini.”

Liam tersenyum. Ia senang bisa membuat Krichel bahagia. Ia senang bisa menjadi penyebab Krichel menangis bahagia. Dan tentu saja senyuman itu, senyuman yang sejak awal memikat pandangan Liam. Perlahan tangan kiri Liam mendekat ke tangan kanan Krichel, hingga akhirnya bersentuhan. Liam mengenggam tangan Krichel erat. “Sama-sama.” ujar Liam lembut.

Krichel melihat tangannya yang digenggam Liam. Lalu menatap Liam dengan senyuman.
“Aku senang melihat senyumanmu.” ucap Liam.

Jantung Krichel menambah kecepatan berdegupnya entah berapa kali lipat. Krichel teringat ada seseorang yang pernah mengatakan hal yang sama. Niall. Niall juga pernah berkata bahwa ia senang melihat senyuman Krichel. Pipi Krichel memanas. Tidak bisa berkata apa-apa. Rasa gugupnya muncul karena 4 kata yang barusaja Liam katakan padanya. Oh, Tuhan, aku benar-benar jatuh cinta kepa lelaki ini, Krichel berucap dengan hati terdalamnya.
Langit sudah gelap seutuhnya. Bintang-bintang dan sang bulan yang sekarang menggantikan perkerjaan matahari. Pemandangan langit ini juga tidak kalah indah, ribuan bintang berkerlap-kerlip dan bulatnya bulan purnama menghiasi benda lebar tak berbatas yang sekarang gelap gulita ini. Krichel mendongakkan wajahnya, melihat ke atas. Liam mengikuti gerakan Krichel. Dan disinilah mereka sekarang. Setelah melihat pemandangan sunset yang begitu indah, mereka duduk di bawah keindahan pemandangan langit, berpegangan tangan. Sungguh hari yang tidak bisa dilupakan bagi Krichel maupun Liam.

Dinginnya angin malam menusuk sampai ke dalam tulang. Krichel merasa sangat kedinginan karena ia hanya berpakaian dress biru muda tanpa lengan dengan panjang di atas lutut. Gerakan Krichel yang gemetar semakin meyakinkan bahwa ia kedinginan.

“Pasti kamu kedinginan.” ujar Liam, mendekatkan tubuhnya dengan Krichel, dan merangkulnya dari samping. Liam tidak memakai jacket, namun ia memakai kaus berlengan panjang. Jadi, ia cukup merasa hangat. “Sudah cukup hangat?”

Ya, hangat. Berada sedekat ini dengan Liam membuat suhu tubuhnya meningkat. Detakan jantung yang cepat membuat pompaan darah yang semakin cepat juga, sehingga darah di dalam tubuh Krichel mengalir deras menghangatkan badannya. Krichel mengangguk.

“Terimakasih.” ucap Krichel. Krichel menyandarkan kepalanya di bahu kiri Liam. Nyaman sekali. Mereka berdua menikmati moment ini sejenak. Membiarkan benih-benih cinta bertumbuh seiring waktu berputar.

“Hey, bagaimana kalau kita makan malam dulu?”seru Liam menundukkan kepalanya untuk melihat wajah Krichel.

Krichel menatap ke atas, menatap wajah Liam. Wajah mereka sangat berdekatan saat ini. “B-baiklah.” seru Krichel sedikit tergagap karena gugup atas tatapan mata Liam.



********************************************



Gadis berambut hitam panjang itu baru saja selesai mandi dan mengganti bajunya dengan piyama, bersiap untuk tidur. Krichel tidak bisa berhenti tersenyum mengingat keindahan malam ini. Mengingat tatapan mata Liam dan kata-kata Liam yang menyanjung hatinya. Mengingat aroma tubuh Liam saat ia bersanding di pelukan Liam di bawah taburan bintang. Mengingat semua tentang Liam yang sekarang memenuhi pikiran Krichel Damond. Bahkan sekarang gadis ini jadi tidak merasakan kantuk sama sekali karena otaknya sibuk dengan segala tentang lelaki british itu. Krichel mengambil gitar berwarna putihnya di sudut ruangan. Ia beranjak keluar kamar dan ingin menuju ke taman kecil di belakang rumahnya.

“Mau kemana Krichel?” tegur Mr.Damond ketika Krichel melewatinya di ruang TV.

“Cuma ke taman belakang kok Dad. Mau main gitar.” jawab Krichel.

“Tapi ini sudah malam, nak.”

“Ya, tapi Krichel belum bisa tidur. Mungkin dengan bernyanyi Krichel jadi bisa tidur. Boleh ya Dad?” bujuk Krichel.

“Ya sudah, lagi pula ini juga belum terlalu malam.” Mr.Damond melirik jam dinding tepat menempel di dining di atas TV, menunjukkan pukul 20:07. “Tapi janji, harus masuk sebelum jam 10, mengerti?” ujar Mr.Damond memberikan peringatan.

“Okay, Dad!” sahut Krichel lalu meneruskan langkahnya sampai pada taman belakang rumah Krichel.

Di taman kecil itu hanya terdapat beberapa jenis bunga dan pohon. Tapi tempat itu cukup nyaman bagi seseorang yang ingin menyendiri. Di sana terdapat sebuah bangku panjang berwarna hijau tua yang terletak di samping pohon cemara yang cukup tinggi. Krichel menempati bangku tersebut. Memangku gitar putih kesayangannya di paha. Ia memandang langit malam sejenak dan tersenyum. Menghirup udara malam yang dingin sambil memejamkan mata. Lalu kembali melihat gitar di pangkuannya, membenarkan posisinya dan bersiap untuk memetiknya.

“I’ve tried playing it cool. But when I’m looking at you, I can never be brave. Cause you make my heart race.” suaranya mengalun seiring dengan petikan gitar.

“Shot me out of the sky. You’re my kryptonite. You keep making me weak yeah, frozen and can’t breathe. Something gotta give now. Cause I’m dying just to make you see. That I need you here with me now. Cause you’ve got that one thing.” lanjut Krichel mulai menikmati lagu yang berjudul ’One Thing’ ini.

“So get out, get out, get out of my head. And fall into my arms instead. I don’t, I don’t, Don’t know what it is. But I need that one thing, and you’ve got that one thing.” lalu Krichel memainkan intro sejenak.

“Now I’m climbing the walls..” sambung seseorang dan yang pasti itu bukan suara Krichel. Krichel terkejut dan langsung menghentikan permainan gitarnya, lalu menoleh ke sumber suara.

“Mengapa berhenti?” ucap seseorang itu.

“Niall?!” seru Krichel sangat terkejut.

“Wah, ternyata selain mempunyai suara yang bagus, kamu juga bisa bermain gitar ya!” ujar Niall sembari melangkah mendekati gadis berpiyama itu.

Krichel hanya tertawa kecil. “Mengapa kamu bisa tahu aku di sini?”

“Jelas papa-mu yang memberitahuku, Krichel Damond!” jawab Niall mengacak sedikit poni Krichel, lalu duduk di sebelahnya. “Tadi Mr.Damond menyuruhku untuk langsung menemuimu di taman belakang. Ya sudah, ia menunjukkan jalannya dan aku menghampirimu.” sambung Niall menjelaskan.

Krichel membenahi poni-nya sambil bergumam “Oh.” yang lumayan panjang.
“Hey, ayo lanjutkan lagi nyanyiannya!” seru Niall.

“OK!” sahut Krichel dan kembali memetik gitarnya dengan melody yang tadi sempat terputus. Kali ini, Krichel membiarkan suara Niall mengalun.

“Now I’m climbing the walls. But you don’t notice at all. That I’m going out of my mind, all day and all night.”

Krichel kembali mengambil suara. “Something gotta give now. Cause I’m dying just to know your name. That I need you here with me now. Cause you’ve got that one thing.”

Dan bersama-sama. “So get out, get out, get out of my head. And fall into my arms instead. I don’t, I don’t, Don’t know what it is. But I need that one thing. So get out, get out, get out of my mind. And come on come into my life. I don’t, I don’t, Don’t know what it is. But I need that one thing, and you’ve got that one thing.”

Mereka melanjutkan lagu itu sampai selesai. Terlihat suasana menyenangkan di antara mereka berdua. Mata mereka ikut bernyanyi seolah mengekspresikan apa makna dari lagu itu, yang sebenarnya memang sedang dialami oleh keduanya. Mereka sampai lupa kalau hari sudah malam. Untung saja daerah rumah Krichel jarak rumah ke rumah tidak terlalu berdekatan, jadi mungkin tidak terdengar sampai ke telinga para penduduk lain. Dan, akhirnya mereka selesai menyanyikan lagu itu.

“Mengapa kamu memilih lagu ini untuk dinyanyikan? Apa suasana hatimu sedang sesuai dengan lagu ini?” kata Niall bertanya.

“Ya, begitulah.” jawab Krichel dengan menyunggingkan senyum.

“You know what ‘one thing’ mean’s?” seru Niall kembali bertanya.

“Yap.”

“What?”

“Love.” jawab Krichel mantap.

“So, now you are fall in love?” ucap Niall melontarkan pertanyaan ke-enamnya pada malam hari ini kepada Krichel. Dan pertanyaan yang sebenarnya Niall takut untuk mendengarkan jawabannya. Jika benar Krichel sedang jatuh cinta, siapa yang sedang dicintainya? Dirinyakah?

Krichel tidak menjawab pertanyaan Niall yang satu ini. Ia malah hanya tersenyum sembari memandang tarian rumput yang menggelitik telapak kakinya di bawah sana karena tertiup angin.

“Krichel? Mengapa diam saja?”

“Niall, mengapa kamu jadi banyak tanya seperti ini? Ha ha, aneh.” ujar Krichel menyuarakan tawaan renyahnya.

“Ya, bukan apa-apa. Aku hanya penasaran.”

Krichel menoleh ke Niall masih dengan tawaan kecil. “Ya, aku memang sedang jatuh cinta.”

Perasaan Niall langsung tidak beraturan. Jawaban yang takut Niall dengarkan akhirnya terdengar. Satu pertanyaan yang kini ada di benak Niall. “Dengan siapa?” ucapnya memberanikan diri untuk bertanya. Tapi, ia tak tahu apakah ia sanggup untuk mendengar jawaban dari Krichel. Bagaimana jika Krichel menyebutkan nama selain dirinya? Hidup Niall pasti akan hancur dimulai dari hari ini. Ia hanya berharap Krichel tidak mau menjawabnya.

“Nanti kamu juga akan tahu sendiri. Dan pasti akan sangat terkejut!” dan inilah jawaban yang keluar dari mulut Krichel.

Entah harus lega atau penasaran yang sekarang Niall bingungkan. Akan sangat terkejut? Memang kenapa aku harus terkejut? Apakah seseorang itu adalah seseorang yang aku kenal? Atau malah seseorang itu benar aku? Pertanyaan-pertanyaan dalam hati Niall. Hanya pertanyaan terakhirlah yang Niall harapkan jawabannya ‘Ya.’ Tapi Niall tidak ingin berharap terlalu jauh dulu. Karena ia belum siap untuk menerima kenyataan bahwa andai bukan dia yang dicintai Krichel. Jadi, Niall tidak mengajukan pertanyaan lagi untuk saat ini. Niall hanya mengangguk-anggukkan kepala. “Baiklah kalau begitu.”

“Krichel!” terdengar suara berat lelaki menyebut nama Krichel. Krichel dan Niall menoleh ke sumber suara itu. Dan ternyata adalah Mr.Damond. “Apa janjimu pada Dad?”

Krichel langsung meraih tangan Niall dan melihat ke jam tangan yang Niall kenakan. Pukul 10 malam. “Astaga, cepat sekali waktu berjalan.” ucapnya pada diri sendiri. Tapi Niall mendengarnya.

“Ada apa?” tanya Niall.

Krichel tidak menjawab pertanyaan Niall. Melainkan menjawab panggilan Ayahnya. “Iya, Dad, aku masuk sekarang!” serunya sedikit berteriak. “Maafkan aku, Niall, aku sudah berjanji untuk masuk ke rumah pukul 10.” ucapnya.

“Oh, begitu. Ya sudah kalau begitu aku pamit pulang, ya.”

Krichel mengangguk. Lalu mereka berdua berjalan memasuki rumah besar itu. Niall berpamitan dengan Mr.Damond dan langsung pergi untuk pulang ke apartementnya.



********************************************



Krichel terbangun dari tidurnya karena mendengar suara getaran. Krichel membuka mata dan meraba-raba untuk menggapai handphonenya. Dapat! Ia langsung melihat ke layar handphone. 2 pesan masuk baru. Pesan pertama yang ia baca adalah dari Liam Payne! Krichel membuka matanya lebar-lebar dan langsung terduduk di tempat tidurnya.

From : Liam Payne
Good Morning, Krichel! ;)

Kalimat singkat itu mampu membuat mata Krichel segar. Tunggu, pagi? Memang ini sudah pagi? Ucap Krichel dalam hati. Krichel melihat waktu pesan itu masuk ke handphonenya. 21.05.2013 08:05 AM, itulah tulisan yang tertera di atas isi SMS yang barusan dibacanya. Asataga, benar! Sudah pagi ternyata. Krichel merasa mengapa waktu tidurnya cepat sekali. Tapi, rasa kantuknya langsung berubah menjadi semangat oleh 3 kata yang dikirim Liam itu.

To : Liam Payne
Good Morning too Liam :D

Isi balasan untuk Liam dan sudah terkirim. Kemudian ia membuka pesan masuk lainnya. Tertera nama Darlee di sana. Lalu Krichel membaca pesan itu.

From : Darlee
Hei, Krichel, bagaimana kalau hari ini kita pergi keluar? Terserah kamu saja mau kemana. Aku sedang bosan di rumah. Bagaimana? Mau tidak?

Krichel berpikir sejenak. Ia sih mau saja pergi keluar bersama Darlee. Toh ia juga memang tidak punya kegiatan kan sebelum kuliahnya dimulai sampai bulan September nanti? Namun, Krichel bingung, kemana ya kira-kira? Krichel terdiam beberapa detik memikirkan sesuatu.

“One Direction! Ha ha, ya! Darlee kan salah satu Directioners juga. Pasti ia akan sangat senang jika bertemu mereka!” seru Krichel berbicara sendiri. Handphone Krichel kembali bergetar. Pesan masuk dari Liam. “Sekalian saja aku tanya apakah mereka sibuk atau tidak.” ucapnya lalu membuka SMS dari Liam itu.

From : Liam Payne
Aku kira kamu belum bagun, ha ha ha :p

To : Liam Payne
Ya, aku bangun karena ada SMS darimu, he he. Oh, ya, hari ini The Boys ada acara tidak?

From : Liam Payne
Sebenarnya sekarang kita sedang ada di studio rekaman. Tapi, mungkin akan selesai pukul 3 sore nanti. Memang kenapa?

To : Liam Payne
Aku ingin berkunjung ke apartement kalian. Sekalian mau memperkenalkan salah satu temanku. Dia directioner!



-to be continued-