#1DLS "Your Smile" Part 4
Created by @DyahAnindes
enjoy reading :)x
-----------------------------------------------------
From : Niall Horan
Oh, ya. Aku ingin bicara satu hal. Aku besok pulang ke
Amerika karena kegiatanku di sini sudah selesai. Sedih rasanya berpisah
denganmu ;( Aku harap kita bisa bertemu lagi suatu saat nanti, Krichel. Jika
kamu sudah bangun, aku sangat berharap kamu membalas pesanku. Good Night
Krichel.
Hambar. Tidak ada yang Krichel rasakan. Semua perasaannya
terkalahkan oleh rasa sedih ini.
Niall Horan sedang berbaring dengan telapak tangan yang
menjadi sandaran kepalanya. Baru beberapa menit saja berpisah dengan Krichel,
dirinya sudah merasakan rindu. Mata biru indahnya menatap lagit-langit di
ruangan itu –kamar tamu di rumah Oscar, yang sekarang menjadi kamar Niall-
membayangkan wajah Krichel yang sedang tersenyum manis. Rasa rindunya semakin
memuncak setelah membayangkan itu. Niall pun memutuskan untuk mengirimkan
Krichel sebuah SMS. Niall meraih Handphonenya dan mulai mengetik sesuatu di
touchscreenya itu. Niall tersenyum setelah ia selesai mengetik SMS. Ia sangat
berharap gadis itu membalas pesannya. Tapi, 10 menit, 15 menit, Krichel tidak
juga membalas pesan dari Niall. Hm, mungkin dia sudah tidur. Batinnya. Ia pun
kembali mengetik sesuatu dihandphonenya. Ia ingin mengucapkan ucapan selamat
tidur untuk Krichel.
Tepat setelah SMS kedua itu dikirim, Niall teringat sesuatu
hal yang sangat penting. Sesuatu yang membuat dirinya mungkin tidak akan penah
bertemu dengan Krichel lagi. Ya, besok ia harus pulang ke Amerika. Niall sudah
menghadiri pesta penikahan Oscar kemarin, setelah ia kembali dari mengantarkan
Krichel pulang saat di mana Niall pertama kali bertemu dengan Krichel dan
membuatnya pingsan. Perasaan sedih kini menjalar di setiap sudut hati Niall.
“Aku harus berpisah dengannya.” serunya lirih. Lalu Niall pun mengirimkan SMS
ketiganya yang berisi informasi atas kepulangannya esok hari.
Terkirim. Niall menghembuskan napas beratnya.
“Gawat. Aku
menyukai gadis di Negara yang berbeda. Aku baru menyadarinya. Gawat.
Benar-benar gawat. Mungkin jika ini hanya perasaan sesaat, aku tidak perlu
khawatir. Tapi bagaimana jika perasaanku ini serius? Oh, tidak. Perasaanku
memang serius padanya. Buktinya, aku tidak pernah merasa serindu ini kepada
seorang gadis yang baru aku kenal. Terlebih lagi aku baru saja bertemu
dengannya. Selang beberapa waktu, aku sudah rindu padanya. Wah, ini memang
gawat.”
Tidak mau menambah beban pikirannya, Niall pun memutuskan
untuk pergi tidur saja. Ia harus dalam keadaan fit karena besok ia akan
menghadapi perjalanan yang panjang. Tak lama kemudian, Niall terlelap dalam
tidurnya.
Matahari pagi sudah muncul dari tempat persembunyiannya.
Pancaran cahayanya sudah bisa memasuki sela-sela jendela kamar Krichel yang
tidak tertutupi dengan gorden. Krichel terbangun dari tidurnya yang terasa
sangat sebentar itu. Malam ini terasa sangat panjang bagi Krichel. Ia baru bisa
terlelap pada pukul 01.00 AM. Pikiran dan beban di otaknya yang membuat Krichel
susah untuk tidur semalam. Krichel pun mencoba untuk membuka matanya perlahan.
Masih buram. Sakit dikepalanya membuat Krichel tidak bisa melihat dengan jelas.
Namun, beberapa saat kemudian pandangan Krichel sudah kembali normal. Tapi
sakit kepalanya belum hilang. Sepertinya keadaan dia yang seperti ini tidak
memungkinkannnya untuk bersekolah hari ini. Ternyata tangisannya sepanjang
malam bisa berakibat buruk seperti ini.
“Krichel, kamu sudah bangun?” terdengar suara Ny.Damond dari
luar kamar Krichel sambil mengetuk pintu.
Krichel tidak menjawab.
Dia beranjak dari tempat tidurnya
dan membukakan pintu kamarnya...
“Sudah, ma.” jawab Krichel setelah ia membuka
pintu dan mendapatkan mamanya berdiri di ambang pintu.
Ny.Damond tersenyum.
“Bagaimana tidurmu?” Tanya Ny.Damond.
Krichel mengangkat bahunya acuh tak acuh...
“Lumayan.”
jawabnya berbohong. Ia dan mamanya masuk ke dalam kamar dan duduk bersebelahan
di tempat tidur Krichel.
“Kamu tidak sekolah?” Tanya Ny.Damond membelai rambut putrid
satu-satunya itu.
Krichel menggeleng pelan..
“Tidak, ma. Kepalaku pusing
sekali.”
“Ya sudah. Kamu juga seharusnya tidak bersekolah hari ini.”
ucap Ny.Damond berhasil membuat Krichel bingung.
“Kenapa?” Tanya Krichel.
“Tadi malam papa dan mama sudah membicarakannya. Kami sudah
membuat keputusan yang bulat.” jawab Ny.Damond.
“Jadi..” ucap Krichel lemah. Menarik napas dan perlahan
menghembuskannya. Harus siap menerima apa itu keputusan dari kedua orang
tuanya.
“apa keputusannya?”
Tn.Damond tiba-tiba muncul di ambang pintu kamar Krichel dan
langsung masuk ketika ia tahu pintunya terbuka.
“Dengar Krichel. Apapun
keputusan kami, kamu harus bisa menerimanya dengan ikhlas. Dan harus siap. Apa
kamu sudah siap mendengar keputusan dari kami?” ucap Tn.Damond.
Siap tidak siap, Krichel memang harus siap menghadapi
kenyataan yang ada. Ia sadar dirinya sudah dewasa. Dan dia juga tidak mau
dibilang anak kecil lagi. Jadi, dia harus bisa menerima apapun keputusan itu.
Karena dia tahu, Kedua orang tuanya pasti akan memberikan yang terbaik
untuknya. Akhirnya, Krichel mengangguk lemah.
Tn.Damond beranjak untuk duduk di sebelah kanan Krichel.
Sekarang Krichel berada di tengah-tengah kedua orang tuanya.
“Kita kan pindah
ke Amerika, Krichel.” ucap papanya to the point.
Krichel terkejut. Kedua bola matanya membesar. Ia langsung
menoleh ke papanya.
“Amerika?!”
“Iya, sayang. Kamu dan papamu akan pindah ke Amerika setelah
urusan perceraian kami selesai. Sebentar lagi kami-papa dan mama- akan ke
pengadilan untuk mengurusi perceraian kami. Setelah itu kamu dan papa langsung
terbang ke Amerika. Dan itu hari ini juga.” jelas Ny.Krichel.
“Hari ini?!” Krichel kembali terkejut.
Dilihatnya kedua
orang tuanya mengangguk.
“Jadi, aku ikut bersama papa?” Tanya Krichel melihat
secara bergantian papa dan mamanya.
Kedua orang tuanya kembali mengangguk.
Krichel menoleh ke mamanya. Melihatnya dengan tatapan sedih. Bibir Krichel
mulai membuat lengkungan ke bawah.
“Ssshh.. tidak boleh lagi ada air mata Krichel. Mama tahu
kamu terlalu banyak mengeluarkan air mata semalam.” kata Ny.Damond memeluk
Krichel.
“Tapi, aku akan berpisah dengan mama.” ucap Krichel
menangis.
Ny.Damond mengelus punggung anak semata wayangnya itu.
“Mama
tahu sayang. Mama tahu. Mama juga pasti merasa sangat kehilanganmu. Tapi ini
adalah yang terbaik. Kebutuhan hidupmu akan terpenuhi jika kamu ikut dengan
papa. Kamu tahu mama hanya seorang karyawan di perusahaan kecil. Gaji mama
tidak seberapa. Tidak mungkin cukup untuk membiayai kuliahmu nanti. Papa akan
menguliahkanmu di Amerika. Kamu kan anak yang pintar, dan impianmu yan akan
menjadi seorang photographer akan mudah tercapai di Negara itu. Amerika itu
Negara maju yang indah, mama yakin kamu akan sukses di sana.” Ny.Damond melepas
pelukannya. Dan kedua tangannya beralih memegang kedua pipi Krichel.
“Kamu
mengerti?”
Krichel mengangguk pelan. Air mata Krichel dihapus oleh
kedua ibu jari Ny.Damond.
“Sekarang, kamu mandi dan persiapkan semua
barang-barangmu, okay? Papa dan mama akan pergi ke pengadilan dulu.” ucap
Tn.Damond lalu mencium kening Krichel. Tn.Damond beranjak keluar dari kamar
Krichel.
Ny.Damond kembali membelai rambut putrinya dan melakukan hal
yang sama dengan Tn.Damond, mencium kening Krichel. Lalu Ny.Damond pun keluar
dari kamar Krichel dan bergegas pergi ke pengadilan bersama Tn.Damond.
Setelah mendapati dirinya sudah berada sendirian di kamar.
Barulah Krichel mengambil langkah untuk pergi ke kamar mandi. Ya, dia memang
harus mandi. Dengan mandi, ia bisa menjernihkan pikirannya kembali. Basuhan
segar dari air pasti mampu melunturkan semua kepedihannya dan mulai menerima
kehidupan selanjutnya. Kehidupan baru tanpa mamanya. Kehidupan baru di Negara
yang baru. Kehidupan baru yang pasti akan sangat bertolak belakang dari
kehidupan di Indonesia. Kehidupan baru yang bebas.
Kini Krichel sedang memasukkan semua bajunya ke dalam koper
besar yang ternyata sudah disediakan dan diletakkan di samping tempat tidurnya.
Semua dress, semua T-shirt, semua jeans, semua hot pants, semua piyama, semua
pakaian-semuanya, kecuali pakaian yang sedang dikenakannya sekarang.
Pernak-pernik One Direction ia masukkan semua ke dalam kotak kecil yang terbuat
dari kayu lalu ia masukkan juga ke dalam koper besarnya. Poster-poster One
Direction dilepasnya dari dinding kamarnya. Ia akan menempelkannya lagi nanti
di kamar barunya. Semuanya sekarang sudah dikemas rapi di dalam kopernya.
Sangat berat jika koper itu diangkat. Tapi, untung saja koper itu ditarik bukan
diangkat.
Dua setengah jam waktu yang Krichel habiskan untuk mengemas
barang-barangnya. Sekarang sudah jam makan siang, tapi mama dan papanya belum
juga kembali dari pengadilan. Krichel merasa dirinya sangat lapar karena belum
sarapan. Akhirnya, Krichel memutuskan untuk memeriksa dapurnya apakan ada
makanan atau tidak. Krichel keluar dari kamarnya dan menuruni tangga menuju ke
dapur. Melirik ke arah meja makan, menghampirinya dan membuka tudung sajinya.
Beruntunglah Krichel, karena ternyata mamanya memasak nasi goreng yang sekarang
tersedia di mangkok beling berukuran besar. Ada ayam goreng dan telur mata sapi
juga dihidangkan di piring yang berbeda. Krichel segera mengambil piring dan
menuangkan dua centong nasi goreng, satu potong ayam goreng, dan satu telur
mata sapi ke piring putihnya. Mengambil segelas penuh air putih untuk dirinya
minum. Lalu menyantap makan siangnya yang seharusnya ini adalah sarapannya.
Sambil menyantap makanannya, Krichel memainkan handphonenya.
Ketika ia membuka menu pesan, ia langsung teringat bahwa ia belum membalas SMS
dari Niall semalam. Krichel kembali membuka SMS terakhir dari Niall dan
membacanya ulang.
“Dia akan kembali ke Amerika hari ini?! Amerika? Tunggu,
tunggu, Aku dan papa kan hari ini juga akan pindah ke Amerika! Hah?!” seru
krichel amat sangat terkejut.
Ia baru menyadari bahwa Niall akan pulang ke
Amerika hari ini. Ia baru menyadari bahwa dirinya akan tinggal satu Negara
dengan Niall. Bukan, bukan hanya Niall, tapi semua personil One Direction! Oh
my God! Aku baru sadar. Bodohnya aku sadar setelat ini. Kemungkinan untuk aku
bertemu dengan One Direction semakin besar. Kesempatanku untuk bertemu One
Direction semakin banyak. Untuk mendengar mereka bernyanyi langsung juga sudah
bukan hal tidak mungkin lagi, karena aku bisa menghadiri salah satu konsernya.
Karena kita sekarang satu Negara. Satu Negara! ungkap Krichel dalam hati, lalu
membalas SMS dari Niall.
To : Niall Horan
Maafkan aku baru membalas pesanmu, Niall. Kamu akan pulang
ke Amerika? Kapan jadwal penerbanganmu?
Selang beberapa menit, Niall langsung membalas SMS dari
Krichel.
From : Niall Horan
Akhirnya, kamu membalas pesanku juga, Krichel. Aku lega
sekarang. Aku kembali ke Amerika pukul 15.00. sedih sekali berpisah denganmu
Krichel tidak membalas SMS dari Niall itu, melainkan ia
langsung meneleponnya. Di nada sambung pertama, Niall sudah mengangkat telepon
dari Krichel.
“Krichel?!” seru Niall tak percaya Krichel meneleponnya.
“Halo juga, Niall.”
“Maaf, aku terlalu terkejut karena kamu meneleponku. Jadi
tidak berpikir mengucap salam, he he.”
“Tidak apa-apa.” sahut Krichel singkat.
“Oya, ada apa kamu meneleponku?” Tanya Niall di seberang
sana.
“Hm, sebenarnya aku mau membawa kabar baik, eh, maksudku
kabar baik untukku tapi tidak tahu kalau untukmu baik atau tidak, hehe.” ucap
Krichel ragu.
“Kabar apa itu?”
“Aku akan pindah ke Amerika hari ini.” jawab krichel dengan
senyum yang merekah di balik teleponnya.
“Seriously?! Kamu akan pindah ke Amerika?”
“Yap! Bagaimana menurutmu?”
“Menurutku? Menurutku ini adalah kabar yang paling baik yang
pernah aku dengar. Tolong jangan katakan kalau kamu hanya bercanda.”
“Ha ha ha. Tidak. Aku tidak bercanda. Ini serius, Niall.”
“Okay, aku percaya padamu. Oh, God, aku sangat senang
mendengarnya.”
“Benarkah?”
“Ya. Apa kamu tidak percaya aku sangat senang?” ucap Niall
lalu dibalas dengan tawa oleh Krichel di seberang sana.
“Ya. Ya. Aku percaya.” jawab Krichel masih diselingi dengan
tawanya.
“Mengapa kamu pindah, Krichel?” tawa Krichel berhenti
seketika.
Pertanyaan Niall ini membuat jantung Krichel berdegup cepat. Ia jadi
mengingat kembali pada kenyataan bahwa mama dan papanya bercerai. Sedih. Tapi
ia tidak boleh menangis dalam suasana seperti ini.
“Krichel?” panggil Niall
karena Krichel tidak langsung menjawab pertanyaannya.
“Ceritanya panjang dan aku sedang tidak mau
membicarakannya.”
Niall menangkap nada keseriusan di dalam kata-kata Krichel
barusan. Kesedihan juga terpancar dalam kata-katanya. Ada apa dengan Krichel?
Apa penyebab ia harus pindah ke Amerika? Mengapa Krichel berubah menjadi sedih
ketika aku menanyakan itu? Banyak sekali pertanyaan di benak Niall yang ingin sekali
ia tanyakan kepada Krichel. Tapi ia tahu, ini saat yang tidak tepat untuk
menanyakan hal-hal itu. Ia tidak mau merubah perasaan Krichel menjadi sedih
jika ia meminta untuk meceritakannya.
“Baiklah kalau begitu. Sekali lagi, aku senang mendengar
kabar ini.” ucap Niall.
Krichel kembali tersenyum mendengarnya.
“Semoga kita menjadi
tetangga di sana, ha ha.” ucap Krichel dengan niat hanya bercanda.
“Aku juga berharap begitu. Oh, ya. Kapan keberangkatanmu?
Siapa tahu jam keberangkatan kita sama.”
“Aku belum tahu. Papa belum memberikan informasi apa-apa.”
“Oh, begitu. Ya sudah, kalau kamu sudah tahu, kabari aku ya!
Aku sangat berharap kita satu pesawat.” seru Niall ceria.
“Aku juga. Pasti akan sangat menyenangkan jika kita satu
pesawat.”
“Pasti itu! Ha ha.”
“Baiklah, sudah dulu ya Niall, bye.”
“Okay, bye.”
Sambungan terputus. Krichel tersenyum senang lalu
melanjutkan aktivitas makannya yang tertunda selama beberapa menit itu. Tak
lama kemudian ia sudah selesai makan. Lalu terdengar pintu rumahnya sedang
dibuka. Itu pasti papa dan mama, batinnya. Benar saja. Tn.Damond dan Ny.Damond
memasuki rumah. Krichel menghampiri kedua orang tuanya di ruang tamu.
“Hey, kalian sudah pulang.” seru Krichel. Kedua orang tuanya
hanya tersenyum melihat putrinya sudah kembali ceria. “Kenapa lama sekali?”
Tanya Krichel.
“Tadi setelah persidangan selesai, kami ke sekolahmu dulu
untuk mengurus kepindahanmu, Krichel.” Tn.Damond angkat bicara.
“Lalu bagaimana?” Tanya Krichel lagi.
“Semuanya sudah beres. Perpindahanmu, perceraian kami, semuanya
sudah beres.” jawab Ny.Damond dengan senyuman terpaksa.
“Untung saja hasil UN sudah keluar. Jadi kami meminta hasil
UNmu diberi duluan. Karena alasan kamu mau pindah ke Amerika hari ini, jadi
gurumu langsung memberikan hasilnya. Hm, kamu lulus, sudah pasti, dan nilaimu
juga bagus-bagus.” ucap Tn.Damond. Krichel senang mendengarnya.
Tn.Damond
memberikan amplop besar berwarna coklat yang berisi hasil UN kepada Krichel.
Krichel menerima amplop itu dengan sigap.
Krichel membukanya perlahan-lahan. Lalu senyumannya
mengembang setelah melihat hasil nilai kerja kerasnya saat mengerjakan
soal-soal yang lumayan mengerikan itu. Nilai rata-ratanya adalah 9,342. Anak
ini memang jenius. Karena itu papanya tidak ragu untuk memasukkan putrinya ke
Universitas Amerika. Pasti anak itu akan sukses di sana. Pikir Tn.Damond.
“Jadi, kapan kita berangkat, pa?” Tanya Krichel setelah ia
memasukkan kembali hasil UNnya ke dalam amplop.
Tn.Damond melirik jam tangannya...
“Pukul 15.00.” ucapnya
kemudian.
Krichel sangat senang mendengar itu. Tidak bisa menahan
senyum yang muncul dari bibirnya.
Pukul 14.30, Krichel dan papanya sudah berada di bandara
sekarang. Mereka sedang duduk di ruang tunggu pada bangku yang kosong tentunya.
Krichel melamun, masih membayangkan kejadian perpisahan dengan mamanya tadi.
Krichel kembali menangis saat berpamitan dengan mamanya. Mamanya juga. Ia masih
tidak percaya akan seperti ini jadinya. Namun, mamanya berpesan, jangan pernah
mengkhawatirkan mamanya. Mamanya akan baik-baik saja di sini, di Indonesia.
Mamanya juga berpesan Krichel harus mencapai cita-citanya di Negara maju itu.
Walaupun akan jarang sekali bertemu, mamanya berharap Krichel mengunjunginya
setiap tahun. Saat Christmas atau saat Krichel sedang liburan. Tentu saja
Krichel akan mengunjungi mamanya. Sekarang saja ia sudah rindu dengan mamanya.
Bagaimana ia bisa tahan jika di Amerika nanti tanpa mamanya?
Getaran dari handphone, membuat Krichel sadar dari
lamunannya. Ia merogoh saku celana jeansnya dan mengambil barang yang bergetar
itu.
From : Niall Horan
Aku sudah berada di bandara. Kamu dimana Krichel?
Krichel langsung menoleh ke kanan dan ke kiri mencari sosok
Niall Horan. Mereka memang sudah janjian. Ketika Krichel tahu bahwa
penerbangannya dengan Niall berada di jam yang sama, Krichel langsung
menghubungi Niall. Mereka pun janjian untuk duduk bersebelahan di pesawat
nanti.
To : Niall Horan
Aku dan papaku ada di ruang tunggu. Barisan kursi paling
depan. Datang ke sini dan pasti kamu langsung melihatku.
Terkirim. Bersamaan dengan itu, bahu Krichel tiba-tiba
disentuh oleh seseorang. Refleks, Krichel menoleh dengan memasang wajah sangat
terkejut.
“Niall?!” serunya.
“Siapa itu Krichel?” Tanya papanya yang tadinya sedang
membaca Koran, menjadi terkejut juga karena tiba-tiba ada seseorang yang tak
dikenal menghampiri mereka.
“Hai, Krichel. Hai, Mr. …?” sapaan Niall berhenti sampai di
situ dan ia langsung melihat ke arah Krichel.
“Damond. Ini papaku Niall.” ucap Krichel menambahkan
pekataan Niall tadi.
“Oh, hai, Mr.Damond. How are you?” sapa Niall lagi dengan
mengulurkan tangan kanannya.
Tn.Damond meraih uluran tangan Niall dan menjabatnya...
“Hai.
I’m fine. What about you? and who are you?”
“Perkenalkan, pa, ini Niall Horan. Dia temanku.” ucap
Krichel menjawab pertanyaan papanya yang sebenarnya ditujukan pada Niall.
“I’m good, Mr.” jawab Niall sembari tersenyum lalu menempati
tempat duduk kosong di sebelah Krichel.
Sebenarnya Niall sedikit heran ternyata
masih ada saja orang yang tak mengenalnya. Lalu ia cepat-cepat menyingkirkan
pikiran itu. Ia berpikir, mungkin Mr.Damond orang yang sangat sibuk sehingga
tidak sempat menonton tv atau tipical orang yang tidak suka dengan musik.
“Papa baru tahu kamu mempunyai teman bule?” ucap papanya
dengan nada bertanya.
Krichel tertawa pelan...
“Panjang ceritanya, pa. Nanti aku
ceritakan setelah kita sampai di Amerika.”
Niall hanya senyum-senyum sendiri mendengar pembicaraan
antara Krichel dan Mr.Damond. Karena sejujurnya dia memang tidak mengerti
perkataan mereka berdua. Mereka berdua berbicara dengan bahasa Indonesia tadi.
Suara pemberitahuan untuk segera memasuki pesawat yang akan
lepas landas sudah terdengar beberapa detik lalu. Niall, Krichel dan Tn.Damond
bergegas menuju pesawat yang akan mereka tumpangi. Beberapa saat kemudian
mereka pun sampai di dalam pesawat bernama Garuda Indonesia itu.
“Chel, kamu duduk di samping aku ya?” ajak Niall yang sedang
mencari tempat duduk mana yang nyaman kelihatannya.
“Oke.” jawab Krichel singkat.
Mereka berdua mengambil tempat duduk yang bersebelahan
dengan jendela pesawat. Sedangkan Tn.Damond, duduk di bangku sebelah mereka
hanya saja agak berjarak karena jarak antar bangku itu akan digunakan untuk
pramugari-pramugari yang lewat atau penumpang lain yang akan lewat. Krichel
menempati bangku tepat di samping jendela, sehingga ia dapat melihat
pemandangan di luar sana jika sudah take off nanti. Pesawat sudah dipenuhi
dengan penumpang sekarang. Bangku-bangku pesawat sudah hampir semua diduduki.
Mungkin hanya satu atau dua bangku yang kosong.
Satu jam sudah perjalanan yang mereka tempuh untuk saat ini.
Selama itu pun tak ada satu patah kata juga yang keluar dari mulut Niall maupun
Krichel. Mereka hanya berdiam diri sedari tadi. Entah apa yang mereka pikirkan,
atau memang mereka sedang malas berbicara. Krichel hanya membaca novel yang
dibawanya sedangkan Niall hanya memainkan handphonenya entah apa yang
dilakukannya dengan handphone itu. Sebenarnya Niall merasa janggal dengan
keadaan seperti ini. Namun, jujur, berada sedekat ini dengan Krichel membuatnya
sedikit nervous. Apalagi setelah ia mengetahui bahwa dirinya memang jatuh cinta
pada gadis ini. Hm, tak seharusnya kita berdiam diri seperti ini. Batin Niall.
Lalu Niall terlihat mengambil sesuatu yang ada di dalam tas ranselnya. Setelah
menemukan barang itu –yang ternyata headset- ia memberikan salah satu bagiannya
kepada Krichel. Krichel menatap benda itu sejenak, lalu beralih menatap Niall.
“Aku bisa gila jika berada di keheningan seperti ini.” kata
Niall tanpa menatap Krichel.
“Lalu kamu mau apa?” Tanya Krichel.
Niall beralih menatap Krichel.
“Mendengarkan musik denganmu,
lalu kita bernyanyi bersama.” jawabnya dengan wajah yang berubah ceria.
“Ha ha. Apa katamu? Bernyanyi bersama? Aku tidak bisa
bernyanyi, Niall.”
“Oh ayolah, Krichel. Tidak apa, aku hanya ingin menikmati
lagu bersamamu.” bujuk Niall dengan memasang puppyfacenya.
Krichel tersenyum. Senyuman yang sangat Niall sukai.
Senyuman yang membuat Niall tenggelam dalam dan larut. Tak sadar, Niall terus
memandangi Krichel.
“Oke, baiklah.” sahut Krichel lalu memasangkan salah satu
bagian headset di telinga kirinya.
“So, lagu apa yang akan kita dengarkan?”.
Tak ada jawaban dari Niall. 1 detik, 2 detik, 3 detik, lalu Krichel sadar bahwa
Niall hanya berdiam sambil memerhatikannya.
“Niall?” ujarnya melambai-lambaikan
tangannya di depan wajah Niall.
Niall tersadar.
“Ya? Apa?”
“Kau ini kenapa, Niall? ada yang salah dengan wajahku?” ucap
Krichel sambil memegangi kedua pipinya.
“Eh, tidak. Hanya saja…” Niall merasa sangat gugup sekarang
ini.
Oh, ayolah Niall kau tak pernah segugup ini sebelumnya jika berhadapan
dengan wanita. Ucapnya dalam hati, meyakinkan diri sendiri. Krichel terus
memandang Niall penuh dengan tanda tanya. Seolah mendesak Niall agar dia
melanjutkan kata-katanya.
“Aku senang melihat senyumanmu.”
Krichel tersentak. Mengangkat sebelah alisnya namun senyum
mengembang di kedua ujung bibirnya.
“Senyumku? Memang kenapa dengan senyumku?”
“I don’t know. Aku hanya merasa bahagia jika melihat kau
tersenyum.” ujar Niall jujur mengatakan apa yang ia rasakan.
-to be continued-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar