Kamis, 14 Maret 2013

Because Your Smile Part 4


#1DLS "Your Smile" Part 4
Created by @DyahAnindes

enjoy reading :)x

-----------------------------------------------------

From : Niall Horan
Oh, ya. Aku ingin bicara satu hal. Aku besok pulang ke Amerika karena kegiatanku di sini sudah selesai. Sedih rasanya berpisah denganmu ;( Aku harap kita bisa bertemu lagi suatu saat nanti, Krichel. Jika kamu sudah bangun, aku sangat berharap kamu membalas pesanku. Good Night Krichel.

Hambar. Tidak ada yang Krichel rasakan. Semua perasaannya terkalahkan oleh rasa sedih ini.



Niall Horan sedang berbaring dengan telapak tangan yang menjadi sandaran kepalanya. Baru beberapa menit saja berpisah dengan Krichel, dirinya sudah merasakan rindu. Mata biru indahnya menatap lagit-langit di ruangan itu –kamar tamu di rumah Oscar, yang sekarang menjadi kamar Niall- membayangkan wajah Krichel yang sedang tersenyum manis. Rasa rindunya semakin memuncak setelah membayangkan itu. Niall pun memutuskan untuk mengirimkan Krichel sebuah SMS. Niall meraih Handphonenya dan mulai mengetik sesuatu di touchscreenya itu. Niall tersenyum setelah ia selesai mengetik SMS. Ia sangat berharap gadis itu membalas pesannya. Tapi, 10 menit, 15 menit, Krichel tidak juga membalas pesan dari Niall. Hm, mungkin dia sudah tidur. Batinnya. Ia pun kembali mengetik sesuatu dihandphonenya. Ia ingin mengucapkan ucapan selamat tidur untuk Krichel.
Tepat setelah SMS kedua itu dikirim, Niall teringat sesuatu hal yang sangat penting. Sesuatu yang membuat dirinya mungkin tidak akan penah bertemu dengan Krichel lagi. Ya, besok ia harus pulang ke Amerika. Niall sudah menghadiri pesta penikahan Oscar kemarin, setelah ia kembali dari mengantarkan Krichel pulang saat di mana Niall pertama kali bertemu dengan Krichel dan membuatnya pingsan. Perasaan sedih kini menjalar di setiap sudut hati Niall. 

“Aku harus berpisah dengannya.” serunya lirih. Lalu Niall pun mengirimkan SMS ketiganya yang berisi informasi atas kepulangannya esok hari.

Terkirim. Niall menghembuskan napas beratnya. 

“Gawat. Aku menyukai gadis di Negara yang berbeda. Aku baru menyadarinya. Gawat. Benar-benar gawat. Mungkin jika ini hanya perasaan sesaat, aku tidak perlu khawatir. Tapi bagaimana jika perasaanku ini serius? Oh, tidak. Perasaanku memang serius padanya. Buktinya, aku tidak pernah merasa serindu ini kepada seorang gadis yang baru aku kenal. Terlebih lagi aku baru saja bertemu dengannya. Selang beberapa waktu, aku sudah rindu padanya. Wah, ini memang gawat.”

Tidak mau menambah beban pikirannya, Niall pun memutuskan untuk pergi tidur saja. Ia harus dalam keadaan fit karena besok ia akan menghadapi perjalanan yang panjang. Tak lama kemudian, Niall terlelap dalam tidurnya.



Matahari pagi sudah muncul dari tempat persembunyiannya. Pancaran cahayanya sudah bisa memasuki sela-sela jendela kamar Krichel yang tidak tertutupi dengan gorden. Krichel terbangun dari tidurnya yang terasa sangat sebentar itu. Malam ini terasa sangat panjang bagi Krichel. Ia baru bisa terlelap pada pukul 01.00 AM. Pikiran dan beban di otaknya yang membuat Krichel susah untuk tidur semalam. Krichel pun mencoba untuk membuka matanya perlahan. Masih buram. Sakit dikepalanya membuat Krichel tidak bisa melihat dengan jelas. Namun, beberapa saat kemudian pandangan Krichel sudah kembali normal. Tapi sakit kepalanya belum hilang. Sepertinya keadaan dia yang seperti ini tidak memungkinkannnya untuk bersekolah hari ini. Ternyata tangisannya sepanjang malam bisa berakibat buruk seperti ini.

“Krichel, kamu sudah bangun?” terdengar suara Ny.Damond dari luar kamar Krichel sambil mengetuk pintu.
Krichel tidak menjawab. 

Dia beranjak dari tempat tidurnya dan membukakan pintu kamarnya... 

“Sudah, ma.” jawab Krichel setelah ia membuka pintu dan mendapatkan mamanya berdiri di ambang pintu.
Ny.Damond tersenyum. 

“Bagaimana tidurmu?” Tanya Ny.Damond.

Krichel mengangkat bahunya acuh tak acuh... 

“Lumayan.” jawabnya berbohong. Ia dan mamanya masuk ke dalam kamar dan duduk bersebelahan di tempat tidur Krichel.

“Kamu tidak sekolah?” Tanya Ny.Damond membelai rambut putrid satu-satunya itu.

Krichel menggeleng pelan.. 

“Tidak, ma. Kepalaku pusing sekali.”

“Ya sudah. Kamu juga seharusnya tidak bersekolah hari ini.” ucap Ny.Damond berhasil membuat Krichel bingung.

“Kenapa?” Tanya Krichel.

“Tadi malam papa dan mama sudah membicarakannya. Kami sudah membuat keputusan yang bulat.” jawab Ny.Damond.

“Jadi..” ucap Krichel lemah. Menarik napas dan perlahan menghembuskannya. Harus siap menerima apa itu keputusan dari kedua orang tuanya. 

“apa keputusannya?”

Tn.Damond tiba-tiba muncul di ambang pintu kamar Krichel dan langsung masuk ketika ia tahu pintunya terbuka.

“Dengar Krichel. Apapun keputusan kami, kamu harus bisa menerimanya dengan ikhlas. Dan harus siap. Apa kamu sudah siap mendengar keputusan dari kami?” ucap Tn.Damond.

Siap tidak siap, Krichel memang harus siap menghadapi kenyataan yang ada. Ia sadar dirinya sudah dewasa. Dan dia juga tidak mau dibilang anak kecil lagi. Jadi, dia harus bisa menerima apapun keputusan itu. Karena dia tahu, Kedua orang tuanya pasti akan memberikan yang terbaik untuknya. Akhirnya, Krichel mengangguk lemah.

Tn.Damond beranjak untuk duduk di sebelah kanan Krichel. Sekarang Krichel berada di tengah-tengah kedua orang tuanya. 

“Kita kan pindah ke Amerika, Krichel.” ucap papanya to the point.

Krichel terkejut. Kedua bola matanya membesar. Ia langsung menoleh ke papanya. 

“Amerika?!”

“Iya, sayang. Kamu dan papamu akan pindah ke Amerika setelah urusan perceraian kami selesai. Sebentar lagi kami-papa dan mama- akan ke pengadilan untuk mengurusi perceraian kami. Setelah itu kamu dan papa langsung terbang ke Amerika. Dan itu hari ini juga.” jelas Ny.Krichel.

“Hari ini?!” Krichel kembali terkejut. 

Dilihatnya kedua orang tuanya mengangguk. 

“Jadi, aku ikut bersama papa?” Tanya Krichel melihat secara bergantian papa dan mamanya. 

Kedua orang tuanya kembali mengangguk. Krichel menoleh ke mamanya. Melihatnya dengan tatapan sedih. Bibir Krichel mulai membuat lengkungan ke bawah.

“Ssshh.. tidak boleh lagi ada air mata Krichel. Mama tahu kamu terlalu banyak mengeluarkan air mata semalam.” kata Ny.Damond memeluk Krichel.

“Tapi, aku akan berpisah dengan mama.” ucap Krichel menangis.

Ny.Damond mengelus punggung anak semata wayangnya itu. 

“Mama tahu sayang. Mama tahu. Mama juga pasti merasa sangat kehilanganmu. Tapi ini adalah yang terbaik. Kebutuhan hidupmu akan terpenuhi jika kamu ikut dengan papa. Kamu tahu mama hanya seorang karyawan di perusahaan kecil. Gaji mama tidak seberapa. Tidak mungkin cukup untuk membiayai kuliahmu nanti. Papa akan menguliahkanmu di Amerika. Kamu kan anak yang pintar, dan impianmu yan akan menjadi seorang photographer akan mudah tercapai di Negara itu. Amerika itu Negara maju yang indah, mama yakin kamu akan sukses di sana.” Ny.Damond melepas pelukannya. Dan kedua tangannya beralih memegang kedua pipi Krichel. 

“Kamu mengerti?”

Krichel mengangguk pelan. Air mata Krichel dihapus oleh kedua ibu jari Ny.Damond. 

“Sekarang, kamu mandi dan persiapkan semua barang-barangmu, okay? Papa dan mama akan pergi ke pengadilan dulu.” ucap Tn.Damond lalu mencium kening Krichel. Tn.Damond beranjak keluar dari kamar Krichel.

Ny.Damond kembali membelai rambut putrinya dan melakukan hal yang sama dengan Tn.Damond, mencium kening Krichel. Lalu Ny.Damond pun keluar dari kamar Krichel dan bergegas pergi ke pengadilan bersama Tn.Damond.
Setelah mendapati dirinya sudah berada sendirian di kamar. Barulah Krichel mengambil langkah untuk pergi ke kamar mandi. Ya, dia memang harus mandi. Dengan mandi, ia bisa menjernihkan pikirannya kembali. Basuhan segar dari air pasti mampu melunturkan semua kepedihannya dan mulai menerima kehidupan selanjutnya. Kehidupan baru tanpa mamanya. Kehidupan baru di Negara yang baru. Kehidupan baru yang pasti akan sangat bertolak belakang dari kehidupan di Indonesia. Kehidupan baru yang bebas.




Kini Krichel sedang memasukkan semua bajunya ke dalam koper besar yang ternyata sudah disediakan dan diletakkan di samping tempat tidurnya. Semua dress, semua T-shirt, semua jeans, semua hot pants, semua piyama, semua pakaian-semuanya, kecuali pakaian yang sedang dikenakannya sekarang. Pernak-pernik One Direction ia masukkan semua ke dalam kotak kecil yang terbuat dari kayu lalu ia masukkan juga ke dalam koper besarnya. Poster-poster One Direction dilepasnya dari dinding kamarnya. Ia akan menempelkannya lagi nanti di kamar barunya. Semuanya sekarang sudah dikemas rapi di dalam kopernya. Sangat berat jika koper itu diangkat. Tapi, untung saja koper itu ditarik bukan diangkat.
Dua setengah jam waktu yang Krichel habiskan untuk mengemas barang-barangnya. Sekarang sudah jam makan siang, tapi mama dan papanya belum juga kembali dari pengadilan. Krichel merasa dirinya sangat lapar karena belum sarapan. Akhirnya, Krichel memutuskan untuk memeriksa dapurnya apakan ada makanan atau tidak. Krichel keluar dari kamarnya dan menuruni tangga menuju ke dapur. Melirik ke arah meja makan, menghampirinya dan membuka tudung sajinya. Beruntunglah Krichel, karena ternyata mamanya memasak nasi goreng yang sekarang tersedia di mangkok beling berukuran besar. Ada ayam goreng dan telur mata sapi juga dihidangkan di piring yang berbeda. Krichel segera mengambil piring dan menuangkan dua centong nasi goreng, satu potong ayam goreng, dan satu telur mata sapi ke piring putihnya. Mengambil segelas penuh air putih untuk dirinya minum. Lalu menyantap makan siangnya yang seharusnya ini adalah sarapannya.
Sambil menyantap makanannya, Krichel memainkan handphonenya. Ketika ia membuka menu pesan, ia langsung teringat bahwa ia belum membalas SMS dari Niall semalam. Krichel kembali membuka SMS terakhir dari Niall dan membacanya ulang.

“Dia akan kembali ke Amerika hari ini?! Amerika? Tunggu, tunggu, Aku dan papa kan hari ini juga akan pindah ke Amerika! Hah?!” seru krichel amat sangat terkejut. 

Ia baru menyadari bahwa Niall akan pulang ke Amerika hari ini. Ia baru menyadari bahwa dirinya akan tinggal satu Negara dengan Niall. Bukan, bukan hanya Niall, tapi semua personil One Direction! Oh my God! Aku baru sadar. Bodohnya aku sadar setelat ini. Kemungkinan untuk aku bertemu dengan One Direction semakin besar. Kesempatanku untuk bertemu One Direction semakin banyak. Untuk mendengar mereka bernyanyi langsung juga sudah bukan hal tidak mungkin lagi, karena aku bisa menghadiri salah satu konsernya. Karena kita sekarang satu Negara. Satu Negara! ungkap Krichel dalam hati, lalu membalas SMS dari Niall.

To : Niall Horan
Maafkan aku baru membalas pesanmu, Niall. Kamu akan pulang ke Amerika? Kapan jadwal penerbanganmu?

Selang beberapa menit, Niall langsung membalas SMS dari Krichel.

From : Niall Horan
Akhirnya, kamu membalas pesanku juga, Krichel. Aku lega sekarang. Aku kembali ke Amerika pukul 15.00. sedih sekali berpisah denganmu 

Krichel tidak membalas SMS dari Niall itu, melainkan ia langsung meneleponnya. Di nada sambung pertama, Niall sudah mengangkat telepon dari Krichel.

“Krichel?!” seru Niall tak percaya Krichel meneleponnya.

“Halo juga, Niall.”

“Maaf, aku terlalu terkejut karena kamu meneleponku. Jadi tidak berpikir mengucap salam, he he.”

“Tidak apa-apa.” sahut Krichel singkat.

“Oya, ada apa kamu meneleponku?” Tanya Niall di seberang sana.

“Hm, sebenarnya aku mau membawa kabar baik, eh, maksudku kabar baik untukku tapi tidak tahu kalau untukmu baik atau tidak, hehe.” ucap Krichel ragu.

“Kabar apa itu?”

“Aku akan pindah ke Amerika hari ini.” jawab krichel dengan senyum yang merekah di balik teleponnya.

“Seriously?! Kamu akan pindah ke Amerika?”

“Yap! Bagaimana menurutmu?”

“Menurutku? Menurutku ini adalah kabar yang paling baik yang pernah aku dengar. Tolong jangan katakan kalau kamu hanya bercanda.”

“Ha ha ha. Tidak. Aku tidak bercanda. Ini serius, Niall.”

“Okay, aku percaya padamu. Oh, God, aku sangat senang mendengarnya.”
“Benarkah?”

“Ya. Apa kamu tidak percaya aku sangat senang?” ucap Niall lalu dibalas dengan tawa oleh Krichel di seberang sana.

“Ya. Ya. Aku percaya.” jawab Krichel masih diselingi dengan tawanya.

“Mengapa kamu pindah, Krichel?” tawa Krichel berhenti seketika. 

Pertanyaan Niall ini membuat jantung Krichel berdegup cepat. Ia jadi mengingat kembali pada kenyataan bahwa mama dan papanya bercerai. Sedih. Tapi ia tidak boleh menangis dalam suasana seperti ini. 

“Krichel?” panggil Niall karena Krichel tidak langsung menjawab pertanyaannya.

“Ceritanya panjang dan aku sedang tidak mau membicarakannya.”

Niall menangkap nada keseriusan di dalam kata-kata Krichel barusan. Kesedihan juga terpancar dalam kata-katanya. Ada apa dengan Krichel? Apa penyebab ia harus pindah ke Amerika? Mengapa Krichel berubah menjadi sedih ketika aku menanyakan itu? Banyak sekali pertanyaan di benak Niall yang ingin sekali ia tanyakan kepada Krichel. Tapi ia tahu, ini saat yang tidak tepat untuk menanyakan hal-hal itu. Ia tidak mau merubah perasaan Krichel menjadi sedih jika ia meminta untuk meceritakannya.

“Baiklah kalau begitu. Sekali lagi, aku senang mendengar kabar ini.” ucap Niall.

Krichel kembali tersenyum mendengarnya. 

“Semoga kita menjadi tetangga di sana, ha ha.” ucap Krichel dengan niat hanya bercanda.

“Aku juga berharap begitu. Oh, ya. Kapan keberangkatanmu? Siapa tahu jam keberangkatan kita sama.”

“Aku belum tahu. Papa belum memberikan informasi apa-apa.”

“Oh, begitu. Ya sudah, kalau kamu sudah tahu, kabari aku ya! Aku sangat berharap kita satu pesawat.” seru Niall ceria.

“Aku juga. Pasti akan sangat menyenangkan jika kita satu pesawat.”

“Pasti itu! Ha ha.”

“Baiklah, sudah dulu ya Niall, bye.”

“Okay, bye.”

Sambungan terputus. Krichel tersenyum senang lalu melanjutkan aktivitas makannya yang tertunda selama beberapa menit itu. Tak lama kemudian ia sudah selesai makan. Lalu terdengar pintu rumahnya sedang dibuka. Itu pasti papa dan mama, batinnya. Benar saja. Tn.Damond dan Ny.Damond memasuki rumah. Krichel menghampiri kedua orang tuanya di ruang tamu.

“Hey, kalian sudah pulang.” seru Krichel. Kedua orang tuanya hanya tersenyum melihat putrinya sudah kembali ceria. “Kenapa lama sekali?” Tanya Krichel.

“Tadi setelah persidangan selesai, kami ke sekolahmu dulu untuk mengurus kepindahanmu, Krichel.” Tn.Damond angkat bicara.

“Lalu bagaimana?” Tanya Krichel lagi.

“Semuanya sudah beres. Perpindahanmu, perceraian kami, semuanya sudah beres.” jawab Ny.Damond dengan senyuman terpaksa.

“Untung saja hasil UN sudah keluar. Jadi kami meminta hasil UNmu diberi duluan. Karena alasan kamu mau pindah ke Amerika hari ini, jadi gurumu langsung memberikan hasilnya. Hm, kamu lulus, sudah pasti, dan nilaimu juga bagus-bagus.” ucap Tn.Damond. Krichel senang mendengarnya. 

Tn.Damond memberikan amplop besar berwarna coklat yang berisi hasil UN kepada Krichel. Krichel menerima amplop itu dengan sigap.
Krichel membukanya perlahan-lahan. Lalu senyumannya mengembang setelah melihat hasil nilai kerja kerasnya saat mengerjakan soal-soal yang lumayan mengerikan itu. Nilai rata-ratanya adalah 9,342. Anak ini memang jenius. Karena itu papanya tidak ragu untuk memasukkan putrinya ke Universitas Amerika. Pasti anak itu akan sukses di sana. Pikir Tn.Damond.

“Jadi, kapan kita berangkat, pa?” Tanya Krichel setelah ia memasukkan kembali hasil UNnya ke dalam amplop.

Tn.Damond melirik jam tangannya... 

“Pukul 15.00.” ucapnya kemudian.

Krichel sangat senang mendengar itu. Tidak bisa menahan senyum yang muncul dari bibirnya.



Pukul 14.30, Krichel dan papanya sudah berada di bandara sekarang. Mereka sedang duduk di ruang tunggu pada bangku yang kosong tentunya. Krichel melamun, masih membayangkan kejadian perpisahan dengan mamanya tadi. Krichel kembali menangis saat berpamitan dengan mamanya. Mamanya juga. Ia masih tidak percaya akan seperti ini jadinya. Namun, mamanya berpesan, jangan pernah mengkhawatirkan mamanya. Mamanya akan baik-baik saja di sini, di Indonesia. Mamanya juga berpesan Krichel harus mencapai cita-citanya di Negara maju itu. Walaupun akan jarang sekali bertemu, mamanya berharap Krichel mengunjunginya setiap tahun. Saat Christmas atau saat Krichel sedang liburan. Tentu saja Krichel akan mengunjungi mamanya. Sekarang saja ia sudah rindu dengan mamanya. Bagaimana ia bisa tahan jika di Amerika nanti tanpa mamanya?
Getaran dari handphone, membuat Krichel sadar dari lamunannya. Ia merogoh saku celana jeansnya dan mengambil barang yang bergetar itu.


From : Niall Horan
Aku sudah berada di bandara. Kamu dimana Krichel?


Krichel langsung menoleh ke kanan dan ke kiri mencari sosok Niall Horan. Mereka memang sudah janjian. Ketika Krichel tahu bahwa penerbangannya dengan Niall berada di jam yang sama, Krichel langsung menghubungi Niall. Mereka pun janjian untuk duduk bersebelahan di pesawat nanti.


To : Niall Horan
Aku dan papaku ada di ruang tunggu. Barisan kursi paling depan. Datang ke sini dan pasti kamu langsung melihatku.


Terkirim. Bersamaan dengan itu, bahu Krichel tiba-tiba disentuh oleh seseorang. Refleks, Krichel menoleh dengan memasang wajah sangat terkejut.

“Niall?!” serunya.

“Siapa itu Krichel?” Tanya papanya yang tadinya sedang membaca Koran, menjadi terkejut juga karena tiba-tiba ada seseorang yang tak dikenal menghampiri mereka.

“Hai, Krichel. Hai, Mr. …?” sapaan Niall berhenti sampai di situ dan ia langsung melihat ke arah Krichel.

“Damond. Ini papaku Niall.” ucap Krichel menambahkan pekataan Niall tadi.

“Oh, hai, Mr.Damond. How are you?” sapa Niall lagi dengan mengulurkan tangan kanannya.

Tn.Damond meraih uluran tangan Niall dan menjabatnya... 

“Hai. I’m fine. What about you? and who are you?”

“Perkenalkan, pa, ini Niall Horan. Dia temanku.” ucap Krichel menjawab pertanyaan papanya yang sebenarnya ditujukan pada Niall.

“I’m good, Mr.” jawab Niall sembari tersenyum lalu menempati tempat duduk kosong di sebelah Krichel. 

Sebenarnya Niall sedikit heran ternyata masih ada saja orang yang tak mengenalnya. Lalu ia cepat-cepat menyingkirkan pikiran itu. Ia berpikir, mungkin Mr.Damond orang yang sangat sibuk sehingga tidak sempat menonton tv atau tipical orang yang tidak suka dengan musik.

“Papa baru tahu kamu mempunyai teman bule?” ucap papanya dengan nada bertanya.

Krichel tertawa pelan... 

“Panjang ceritanya, pa. Nanti aku ceritakan setelah kita sampai di Amerika.”

Niall hanya senyum-senyum sendiri mendengar pembicaraan antara Krichel dan Mr.Damond. Karena sejujurnya dia memang tidak mengerti perkataan mereka berdua. Mereka berdua berbicara dengan bahasa Indonesia tadi.

Suara pemberitahuan untuk segera memasuki pesawat yang akan lepas landas sudah terdengar beberapa detik lalu. Niall, Krichel dan Tn.Damond bergegas menuju pesawat yang akan mereka tumpangi. Beberapa saat kemudian mereka pun sampai di dalam pesawat bernama Garuda Indonesia itu.

“Chel, kamu duduk di samping aku ya?” ajak Niall yang sedang mencari tempat duduk mana yang nyaman kelihatannya.

“Oke.” jawab Krichel singkat.

Mereka berdua mengambil tempat duduk yang bersebelahan dengan jendela pesawat. Sedangkan Tn.Damond, duduk di bangku sebelah mereka hanya saja agak berjarak karena jarak antar bangku itu akan digunakan untuk pramugari-pramugari yang lewat atau penumpang lain yang akan lewat. Krichel menempati bangku tepat di samping jendela, sehingga ia dapat melihat pemandangan di luar sana jika sudah take off nanti. Pesawat sudah dipenuhi dengan penumpang sekarang. Bangku-bangku pesawat sudah hampir semua diduduki. Mungkin hanya satu atau dua bangku yang kosong.




Satu jam sudah perjalanan yang mereka tempuh untuk saat ini. Selama itu pun tak ada satu patah kata juga yang keluar dari mulut Niall maupun Krichel. Mereka hanya berdiam diri sedari tadi. Entah apa yang mereka pikirkan, atau memang mereka sedang malas berbicara. Krichel hanya membaca novel yang dibawanya sedangkan Niall hanya memainkan handphonenya entah apa yang dilakukannya dengan handphone itu. Sebenarnya Niall merasa janggal dengan keadaan seperti ini. Namun, jujur, berada sedekat ini dengan Krichel membuatnya sedikit nervous. Apalagi setelah ia mengetahui bahwa dirinya memang jatuh cinta pada gadis ini. Hm, tak seharusnya kita berdiam diri seperti ini. Batin Niall. Lalu Niall terlihat mengambil sesuatu yang ada di dalam tas ranselnya. Setelah menemukan barang itu –yang ternyata headset- ia memberikan salah satu bagiannya kepada Krichel. Krichel menatap benda itu sejenak, lalu beralih menatap Niall.

“Aku bisa gila jika berada di keheningan seperti ini.” kata Niall tanpa menatap Krichel.

“Lalu kamu mau apa?” Tanya Krichel.

Niall beralih menatap Krichel. 

“Mendengarkan musik denganmu, lalu kita bernyanyi bersama.” jawabnya dengan wajah yang berubah ceria.

“Ha ha. Apa katamu? Bernyanyi bersama? Aku tidak bisa bernyanyi, Niall.”

“Oh ayolah, Krichel. Tidak apa, aku hanya ingin menikmati lagu bersamamu.” bujuk Niall dengan memasang puppyfacenya.

Krichel tersenyum. Senyuman yang sangat Niall sukai. Senyuman yang membuat Niall tenggelam dalam dan larut. Tak sadar, Niall terus memandangi Krichel. 

“Oke, baiklah.” sahut Krichel lalu memasangkan salah satu bagian headset di telinga kirinya. 

“So, lagu apa yang akan kita dengarkan?”. 

Tak ada jawaban dari Niall. 1 detik, 2 detik, 3 detik, lalu Krichel sadar bahwa Niall hanya berdiam sambil memerhatikannya. 

“Niall?” ujarnya melambai-lambaikan tangannya di depan wajah Niall.

Niall tersadar.

“Ya? Apa?”

“Kau ini kenapa, Niall? ada yang salah dengan wajahku?” ucap Krichel sambil memegangi kedua pipinya.

“Eh, tidak. Hanya saja…” Niall merasa sangat gugup sekarang ini. 

Oh, ayolah Niall kau tak pernah segugup ini sebelumnya jika berhadapan dengan wanita. Ucapnya dalam hati, meyakinkan diri sendiri. Krichel terus memandang Niall penuh dengan tanda tanya. Seolah mendesak Niall agar dia melanjutkan kata-katanya. 

“Aku senang melihat senyumanmu.”

Krichel tersentak. Mengangkat sebelah alisnya namun senyum mengembang di kedua ujung bibirnya. 

“Senyumku? Memang kenapa dengan senyumku?”

“I don’t know. Aku hanya merasa bahagia jika melihat kau tersenyum.” ujar Niall jujur mengatakan apa yang ia rasakan.


-to be continued-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar