#1DLS "Your Smile" Part 5
created by @DyahAnindes
Enjoy reading ;)
-----------------------------------------------------
“I don’t know. Aku hanya merasa bahagia jika melihat kau
tersenyum.” ujar Niall jujur mengatakan apa yang ia rasakan.
Krichel kembali tersenyum...
“Jadi, kita akan mendengarkan lagu apa?” Niall memasangkan
headset pada telinga kanannya.
“Nobody compares, bagaimana?” tawar Niall.
“Hey, itukan lagumu sendiri. Dasar narsis! Ha ha ha.”
“Yang penting tampan.” ujar Niall mengedipkan sebelah
matanya. Krichel hanya membalasnya dengan tertawa.
Musik mulai bermain dan terdengar di telinga mereka. Awalan
lagu yang dibuka dengan suara Niall yang khas dan unik. Niall pun mengikuti
nyanyian yang sedang mereka dengar saat ini.
“You’re so pretty when you cry, when you cry. Wasn’t ready
to hear you say good bye. Now you tearing me apart, tearing me apart. You
tearing me apart…”
Dilanjut bagian yang sekarang terdengar adalah suara Zayn
bernyanyi. Kali ini Krichel yang mengikuti nyanyian yang dinyanyikan oleh Zayn.
“You’re so London, your own style, your own style. We’re
together it’s so good so girl why are you tearing me apart, tearing me apart.
You tearing me apart…”
Berganti dengan Niall.
“Did I do something stupid? yeah girl if I blew it. Just
tell me what I did, let’s work trough it. There’s gotta be someway to get you
to want me, like before…”
Bersama-sama.
“Cause no one ever look so good in a dress and it hurts cos
I know you won’t be mine tonight. No one ever makes me feel like you do when
you smile baby tell me how to make it right. Cause all of my friends say it’s
not really worth it. But even it that’s true. No one in the world could stop me
from not moving on. Baby even if I wanted to. Nobody compares to you…”
Mereka terus bernyanyi sambil melakukan gerakan-gerakan lucu
yang membuat mereka tertawa lepas. Gerakan-gerakan yang dilakukan memang sesuai
dengan apa yang dinyanyikan oleh mereka. Misalnya ketika mereka berkata “you”
pada lirik “nobody compares to you” Niall menunjuk Krichel, begitu pun
sebaliknya, Krichel menunjuk Niall. Lalu ketika lagu hanya terdengar iringan
musik, mereka bergoyang seirama dengan kompak. Melakukan gerakan yang sama
sehingga mereka terlihat sekali menikmati lagunya. Bahkan Niall lebih bisa membuat
gerakan lucu yang membuat Krichel terbahak. Sungguh perjalanan yang
mengasyikkan. Niall dan Krichel tidak hanya mendengarkan satu buah lagu. Tapi
beberapa lagu yang memang semuanya adalah lagu dari One Direction. Tidak hanya
lagu beat, lagu yang mellow juga mereka putar. Tapi mereka tetap menyanyikannya
dengan melakukan gerakan yang lucu. Jika lagu itu sedih, mereka menunjukkan
wajah mereka yang disedih-sedihkan. Mendramatisir keadaan yang seharusnya tak
sesedih itu. Dan itu membuat lagunya terdengar lucu, padahal tidak sama sekali.
Sudah hampir tiga jam mereka bernyanyi-nyanyi. Sama sekali
tidak terasa karena mereka begitu menikmatinya. Waktu menunjukkan sudah hampir
malam. Perjalanan mereka masih jauh. Niall dan krichel sudah berhenti
bernyanyi. Mereka terlihat lelah, mungkin karena tadi terlalu bersemangat.
Krichel sedang menatap langit keunguan dari balik jendelanya. Indah, dan sangat
damai kelihatannya. Awan yang sudah sedikit menghilang dan langit yang menuju
gelap, memberikan kesan kedamaian. Krichel memerhatikan burung-burung yang
sedang berterbangan dengan berkelompok dan membentuk huruf V. Bebas sekali,
terbang dalam kegelapan malam tanpa harus takut atas apa yang akan ditabraknya.
Lagit yang luas tanpa hambatan. Pasti sangat bahagia jika aku bisa terbang
seperti itu. Batin Krichel.
Tiba-tiba Krichel merasa ada sesuatu yang menimpa bahu
kirinya. Terasa berat. Krichel menoleh ke bahu kirinya. Oh, pantas saja. Niall
tertidur di bahu Krichel. Kepala Niall terbaring tenang dibahunya. Krichel tersenyum
melihat wajah Niall yang sedang tertidur seperti ini.
“Dia terlihat lucu.” ucap Krichel dengan suara pelan agar
Niall tidak bisa mendengarnya.
Krichel menyenderkan kepalanya pada sandaran kursi di
belakangnya. Memejamkan mata mencoba untuk tertidur. Tak lama kemudian, Krichel
terlelap dalam tidurnya. Dan karena kepalannya kehilangan keseimbangan, kepala
Krichelpun terjatuh dan menimpa kepala Niall. Tidak begitu keras karena Niall
juga tidak merasa sampai terbangun dari tidurnya. Kini posisi tidur mereka
saling bersandaran. Terlihat sangat nyenyak dan nyaman.
Setelah melewati perjalanan yang begitu panjang, yang
terhitung hingga 17 jam, akhirnya Tn.Damond, Krichel, dan Niall, serta
penumpang-penumpang lain dengan tujuan USA pun sudah sampai di tujuan. Mereka
sekarang sudah tiba di bandara LAX yang sangat terkenal di Negara maju ini.
Berjalan menyusuri lobi untuk sampai pada pintu keluar dan mencari taksi.
“Yeaahh! Amerikaaa!” seru Krichel sembari merentangkan kedua
tangannya. Menghirup udara siang hari yang terasa hangat karena disini sedang
musim semi.
Tn.Damond dan Niall yang melihat kelakuan Krichel hanya
menggeleng-gelengkan kepalanya sambil tersenyum. Bahkan Niall tertawa
melihatnya.
“Ada apa?” Tanya Krichel pada Niall.
“Tidak. Hanya saja jangan bertingkah seperti itu. Kamu jadi
terlihat… norak! ha ha ha.” jawab Niall dengan candanya.
“Huh! Biar saja. Aku kan hanya mengekspresikan apa yang aku
rasakan!” sahut Krichel dengan wajah kesal lalu menjulurkan lidahnya pada akhir
kalimat.
“Ya. Ya. Terserah kamu saja.” ucap Niall lalu merangkul bahu
Krichel dari sebelah kiri menggunakan tangan kanannya.
“Yang jelas, kamu akan mengalami hal-hal mengejutkan selama
kamu di sini dan selama kamu bersama denganku.” lanjutnya.
Krichel mendongak menatap Niall.
“Maksudmu?” Tanya Krichel mengerutkan keningnya.
“Ya, seperti, bertemu dengan teman-temanku, bersenang-senang
dengan mereka, lalu…”
“Tunggu, tunggu! Yang kamu maksud temanmu itu…” ucap Krichel
memotong pembicaraan Niall dan sekarang menggantungkan omongannya.
“Ya, siapa lagi?” jawab Niall seolah tahu siapa yang ada
dipikiran Krichel.
“Jadi, maksudmu kamu akan mengajakku bertemu dengan The
Boys?” Tanya Krichel excited.
“Tentu saja. Hey! Aku mempunyai teman baru dan mereka adalah
sahabat-sahabat baikku. Tentu saja aku akan mengenalkanmu pada mereka,
Krichel.”
“Tapi, tapi..” ucap Krichel terbata.
Tidak bisa membayangkan jika ia harus bertemu langsung
dengan idola yang diidam-idamkannya sejak lama itu. Bertatap mata langsung dengan
mereka secara eksklusif karena Niall langsung yang mempertemukannya. Oh, God,
it’s impossible. Kata hati Krichel berbicara.
“Tapi apa? Bukankah kamu penggemar mereka? seharusnya kamu
senang, Krichel.” seru Niall mengacak pony Krichel.
“Iya, aku senang, sangaaat senang. Tapi.. aku belum siap.”
“Kenapa?”
“Jelas saja karena aku nervous! Kamu tidak ingat ketika aku
bertemu denganmu?”
Niall terlihat berpikir.
“Ha ha! Iya juga. Yasudahlah, santai saja. Mereka memang
artis terkenal, tapi kan mereka juga manusia, sama sepertimu, jadi santai saja,
Krichel.”
Krichel mendengus.
“Kamu enak berbicara. Huh, apa kamu tidak pernah bertemu
dengan idola besarmu? Bagaimana rasanya?”
“Tentu saja pernah. Kamu tahu, ketika aku bertemu dengan
Justin Bieber, rasanya aku ingin berteriak sekencang mungkin! Hanya saja aku
malu jika melakukan hal itu di hadapannya, jadi, aku keluar ruangan untuk
berteiak bahagia, ha ha.” kata Niall mengingat kejadian itu.
“Ya, aku tahu itu.”
“Darimana kau tahu?” Tanya Niall heran.
“Heeey, kamu lupa aku ini fansmu? Jelas saja aku tahu.
Banyak informasi-informasi yang aku bisa dapat dari internet.”
Niall menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Ckckck, terkadang aku heran, darimana mereka tahu semua
informasi-informasi tentang kami? Bahkan aku saja merasa tidak pernah
memberitahukannya ke media.”
Krichel mengangkat kedua bahunya.
“I don’t know.”
“Krichel! Niall!”
terdengar suara Tn.Damond menyerukan nama Krichel dan Niall.
Mereka yang disebut namanya pun menoleh ke arah suara itu berasal. Ternyata
Tn.Damond sudah berada di samping taxi yang sepertinya akan menjadi tumpangan
mereka. Krichel dan Niall menghampiri Tn.Damond.
“Apa kau ingin ikut bersama kami, Niall?” Tanya Tn.Damond
setelah mereka berdua sudah berada di hadapannya.
Krichel menoleh ke arah Niall, menunggu jawaban yang akan
keluar dari mulutnya. Niall terlihat berpikir. Lalu ia bertanya.
“Memangnya, dimana kalian akan tinggal?” Krichel beralih
menoleh ke arah Tn.Damond dan sekarang menunggu jawaban dari papanya. Karena ia
baru ingat, ia belum tahu pasti mereka akan tinggal di mana.
“Los Angeles.” jawab Tn.Damond.
“Oh, baiklah kalau begitu, aku ikut dengan kalian saja.
Karena aku juga tinggal di kota itu.”
Mata Krichel terlihat berbinar-binar. Kentara sekali kalau
jawaban itu yang memang diharapkan oleh Krichel. Tinggal satu kota dengan The
Boys? Impian menjadi nyataaaaaaa! Seru Krichel dalam batinnya.
Taxi yang mereka tumpangi melaju dengan kecepatan yang
standard. Tn.Damond menempati tempat duduk di sebelah supir. Sedangkan Niall
dan Krichel menempati bangku belakang. Niall dan Krichel terus mengobrol
sepanjang jalan. Seolah tidak akan habis bahan pembicaraan mereka. Niall
menceritakan apartement tempat ia dan The Boys tinggal. Katanya, Niall akan
mengajak Krichel ke sana dan mengenalkannya pada sahabat-sahabat karib Niall
itu. Awalnya Krichel ragu, apakah The Boys akan suka menerima ia menjadi teman?
Atau mereka hanya akan menganggapnya sebagai seorang fans? Akankah perlakuan
mereka terhadapnya akan sebaik perlakuan Niall terhadapnya? Banyak sekali hal
yang meragukan berkeliaran dipikiran Krichel. Tapi Niall meyakininya, bahwa The
Boys adalah orang-orang yang ramah. Mereka tidak pernah menganggap Directioner
adalah fans mereka, tapi Directioner adalah sebuah keluarga besar yang sangat
penting dalam kehidupan mereka. Tak ada Directioners ya, tak ada The Boys.
Krichel mulai yakin berkat kata-kata Niall tadi. Tapi, tetap
saja dia merasa nervous jika mengingat akan berhadapan dengan The Boys. Ia
takut tidak bisa mengendalikan emosinya dan jatuh pingsan lagi. Tapi, ia harus
siap. Ini adalah impiannya. Dan impian harus menjadi kenyataan dengan mengejarnya.
“Kapan kamu akan mengajakku bertemu dengan mereka?” Tanya
Krichel.
“Terserah kamu. Yang jelas tidak hari ini karena kamu harus
istirahat.” jawab Niall.
“Tapi aku tidak capek.”
“Tetap saja kamu harus istirahat. Karena kamu akan merasakan
dampak jet lag yang akan mengganggumu. Kamu harus tidur cukup, Krichel. Aku
tidak mau kamu jatuh sakit.” ucap Niall yang terdengar seperti nasihat seorang
ibu.
Krichel memutar kedua bola matanya.
“Yes, mom.” balasnya kemudian.
Niall hanya tertawa melihat tingkah gadis ini. Ia memencet
pelan hidung mancung Krichel, gemas. Krichel mendengus sambil mengelus-elus
hidungnya.
“Pa, dimana rumah kita?” Tanya Krichel pada papanya.
“Tidak jauh lagi,” pandangan Tn.Damond melihat berkeliling
ke sekitar.
“Di perempatan di depan, kita belok kanan dan di situlah
perumahan tempat rumah kita berdiri.”
“Oh. Apakah rumah kita besar?”
“Kau akan lihat nanti, sayang. Dan kamu pasti akan suka.”
Krichel hanya mengangguk. Ia semakin penasaran bagaimana
bentuk rumah yang akan ditinggalinya nanti. Apakah ia akan nyaman tinggal di
sana? Ataukah ketika sampai di sana ia langsung meminta rumah yang lain saja
karena ia tidak menyukainya? Entahlah.
Taxi bebelok ke arah kanan. Terlihat rumah-rumah besar yang
berjajar rapi di sisi kiri dan kanan jalan. Suasananya sepi, banyak pepohonan
rindang yang berdiri tegap di sisi jalan menghiasi pinggiran trotoar. Terlihat
seperti perumahan yang normal. Tidak aneh dan berlebihan. Ya, lumayan, sampai
saat ini Krichel sudah meberikan nilai 7,5 untuk perumahan ini. Semoga saja
rumahku nanti bisa lebih membuatku takjub, atau, minimal suka. Bicara Krichel
dalam hati.
“Nah, ini dia rumah kita, sayang!”
Krichel yang sedari tadi serius memperhatikan suasana di
perumahan ini sampai tidak sadar kalu taxi sudah berhenti dan mereka sudah
sampai di rumah baru Tn.Damond dan Krichel.
“Wow!” seru Krichel singkat.
Krichel melihat lekat-lekat rumah besar bercat cokelat muda
dan berhalaman luas ini. Perlahan ia keluar dari taxi dengan tanpa mengalihkan
pandangannya pada rumah yang disebut sebagai rumah barunya ini. Dari tampak
depan saja Krichel sudah sangat tertarik dengan rumah ini.
“Bagaimana menurutmu?” Tanya Tn.Damond. Berdiri di sebelah
putri satu-satunya itu sambil merangkulkan tangannya di pundak Krichel.
“So nice!” jawab Krichel singkat.
“Wow! It’s beautiful house!” seru Niall yang tiba-tiba sudah
ada di sebelah kiri Krichel.
“Yeah. I think so.” sahut Krichel.
“Alright. I must to go now, Krichel. By the way, kalau kamu
sudah siap untuk bertemu sahabat-sahabatku, just call me okay? Aku akan datang
untuk menjemputmu.” kata Niall.
Krichel memberikan senyuman manisnya.
“Okay! See you, Niall.”
Niall berjabat tangan dengan Tn.Damond untuk berpamitan.
Setelah itu Niall kembali ke taxi sambil melambai-lambaikan tangannya.
Hari sudah menjelang malam. Langit sudah mengubah warnanya
menjadi hitam pekat. Benda-benda kecil berwarna putih keemasan itu juga sudah
mulai bermunculan memenuhi lahannya. Dan benda indah nan menawan sang sahabat
berjuta bintang pun juga sudah menampakkan dirinya yang bulat sempurna. Krichel
sedang memandangi pemandangan langit yang sangat menggumkan itu lewat balkon
kamar barunya. Sikut tangannya bersandar pada besi pembatas dan Krichel
menopang dagunya di kedua telapak tangannya. Menatap ke atas.
“Indah sekali.” ucapnya.
“Tak pernah kulihat pemandangan malam seindah ini. Bulan
purnama yang indah, bintang-bintang bermunculan sangat banyak.” ujarnya sembari
terus menatap langit luas.
Senyumnya mengembang mengingat ia sedang berada di Negara
impiannya. Mengingat ia dapat menggapai cita-citanya di sini. Mengingat ia akan
bertemu dengan idolanya dalam waktu dekat ini. Ia jadi membayangkan bagaimana
reaksinya nanti jika Niall mempertemukan dirinya dengan The boys. Gemetarkah?
Pasti. Gugupkah? Sangat pasti. Tidak tahu harus mengatakan apa? Itu tidak
diragukan lagi. Tapi, ia tidak mau melewati kesempatan emas ini. Ia tahu bahwa
kesempatan takkan datang kedua kalinya. Walau ada kesempatan kedua pun, ia
tidak mau menyia-nyiakan kesempatan pertama. Lebih cepat mimpinya terwujud, itu
akan lebih baik. Ia jadi merinding sendiri membayangkan dirinya yang sedang
bersanding dengan para lelaki tampan sang idolanya. Lagu ‘Cmon Cmon’ yang
menandakan ada telepon masuk, membuat Krichel tersadar dari lamunannya. Ia pun
mengambil handphonenya yang terletak di kasurnya. Lalu menekan tombol berwarna
hijau.
“Hei, Niall.” ucap Krichel setelah mengetahui siapa yang
meneleponnya.
“Hei juga. Sedang apa kamu?”
“Tidak berbuat apa-apa. Hanya melamun, he he.” jawab
Krichel.
“Melamunkan aku ya? Ha ha ha…” canda Niall.
Krichel memutar bola matanya sembari tersenyum.
“Maumu!”
“He he. Aku hanya ingin bertanya, um atau lebih tepatnya
mengajak, besok mau bertemu dengan teman-temanku?”
“BESOK?!” Sontak Krichel kaget.
“Iya, besok. Aduh.. tidak usah teriak Krichel.” protes Niall
lalu mengusap-usap telinga kanannya.
“Kamu sudah siap belum?” tanyanya kemudian.
“Um.. um.. tapi kenapa harus besok? cepat sekali.”
“Besok The Boys free dari acara. Jadi seharian penuh mereka
di rumah. Mau kapan lagi kamu ingin bertemu mereka?”
Krichel terdiam sejenak. Ragu untuk menjawab.
“Baiklah.” jawabnya kemudian dengan segala pertimbangan.
“OK!” jawab Niall tersenyum.
“Tapi, apa kamu sudah siap?” goda Niall.
“Ayolah Niall jangan membuatku berubah pikiran. Karena siap
atau tidak siap aku harus bertemu dengan mereka. Karena itu mimpiku.”
“Baiklah, baiklah. Besok aku jemput pukul 10 pagi. Kamu
harus sudah rapi ya!”
“Siap boss!” jawab Krichel dengan nada malas.
Niall tersenym di balik teleponnya.
“Kalau begitu, sebaiknya kamu tidur. Aku tahu kamu pasti
lelah sehabis membereskan rumahmu, ya kan?”
“Ya, kamu benar. Aku lelah sekali,” jawab Krichel lalu
menguap, menandakan dirinya sudah mengantuk.
“Selamat malam Niall.”
“Malam, Krichel. Sweet Dream.”
Krichel tersenyum.
“You too.” ucapnya sebelum mematikan sambungan teleponnya.
Krichel berbaring di tempat tidurnya, memejamkan mata lalu
tak lama kemudia terlelelap di alam bawah sadarnya.
Di lain sisi, Niall memandang handphone dengan seulas senyum
di bibirnya. Mendengarkan suara gadis itu saja, sudah membuat Niall bahagia.
Louis Tomlinson, teman Niall dan juga salah satu personil One Direction,
memandang Niall dengan heran. Lalu ia pun memutuskan untuk bertanya pada
sahabat seperjuangannya itu.
“Hey, Niall! Kenapa kau tersenyum-senyum sendiri seperti
itu? I think you aren’t crazy. Or…?” Louis mulai berpikir bahwa Niall memang
sudah gila.
“Ha ha! No Louis! I’m not crazy of course.”
“Then ?” Louis kembali bertanya dengan kerutan di alisnya.
“Besok akan ada temanku yang datang ke sini. Ingin bertemu
kalian.”
“Bertemu kalian? Who?”
“One Direction maksudku. Ia adalah seorang fan fanatic
kita.”
“Bagaimana kau bisa kenal dengannya?”
Niall tertawa. Mengingat kejadian pertama dirinya bertemu
dengan Krichel.
“Panjang ceritanya. Dia adalah orang Indonesia. Tapi ia
harus pindah ke Amerika karena suatu masalah. Jadi, karena aku sudah berteman
dengannya, sekalian saja aku ajak ia bertemu dengan kalian. Tidak keberatan
kan?”
“Tentu saja tidak. Kau tahu fans adalah teman kita, bahkan
keluarga. Terlebih lagi itu temanmu. Jadi, ia juga teman kita, bukan?”
Niall tersenyum.
“Ya, ya. Kau benar Louis.”
Tak lama kemudian seorang lelaki tampan memasuki ruangan itu
–kamar tidur, yang di tempati oleh Niall, Louis, dan Liam. Ya, dia juga salah
satu personil One Direction, Liam Payne. Louis dan Niall memandang Liam dengan
kening berkerut. Wajah Liam terlihat kusut. Jelas sekali kalau ia sedang sedih
saat ini. Ia berjalan menunduk sebelum akhirnya berbaring di kasur dan
mengambil bantal yang ia gunakan untuk menutupi wajahnya. Niall dan Louis
berpikir pasti ada yang tidak beres dengannya. Ia biasanya terlihat ceria.
Apalagi ia baru saja pulang dari kencannya bersama Danielle. Seharusnya wajah
gembira yang saat ini terukir di wajahnya. Bukan malah kesedihan yang
menyelimutinya. Niall dan Louis menghampiri Liam dan duduk dia sebelahnya.
“I’m broke up.” ucap Liam sebelum ada yang sempat bertanya.
“What?!” sontak Niall dan Louis bersamaan.
Liam menyingkirkan bantal yang menutupi wajahnya.
“I’m broke up.” ualangnya sekali lagi menatap langit-langit
kamar.
“Yeah. I hear that. But, why?” Tanya Louis.
Liam terdiam. Louis dan Niall masih menunggu jawaban yang
akan keluar dari mulutnya. Terlihat Liam menarik napas panjang dan membuangnya
perlahan. Ia sedang menahan tangis. Tapi ia tahu, ia adalah seorang lelaki jadi
ia pantang untuk menangis. Ingin sekali Liam menceritakan semuanya kepada
teman-temannya ini. Tapi, tenaganya terlalu lemas bahkan untuk berbicara. Ia
masih tidak percaya dengan kenyataan ini. Sudah satu setengah tahun berhubungan
dengan Danielle dan tidak terduga bahwa mereka harus putus. Ini terlalu
menyakitkan hati Liam. Liam mengubah posisi badannya menjadi terduduk dan
menyandarkan bahunya pada kepala kasur di belakangnya.
“Aku akan memanggil Harry dan Zayn.” ucap Niall lalu keluar
ruangan. Louis hanya mengangguk.
Tidak sampai satu menit, Harry, Zayn –yang juga personil One
Direction- dan Niall memasuki kamar itu. Harry dan Zayn bingung ada apa
sebenarnya sehingga mereka semua harus berkumpul?
“What happen?” ucap Harry memasuki ruangan. Diikuti dengan
Zayn dan Niall yang berada di belakangnya. Lalu mereka pun duduk di sisi-sisi
tempat tidur. Niall di sisi kanan kasur bersama Louis. Sedangkan Haryy dan Zayn
di sisi kiri tempat tidur.
“I’m broke up everyone.”
“What?!” sekarang giliran Harry dan Zayn yang terkejut.
“Why, Liam?” sambung Zayn.
“Danielle yang memutuskanku. Dia bilang padaku kalau dia
tidak bisa melanjutkan hubungan ini lagi. Dia.. dia..” Liam berhenti sejenak
untuk mengambil napas.
“Dia tidak mencintaiku lagi.” ucapnya menunduk.
Zayn dan Louis yang duduk di sebelah kiri dan kanan Liam
serempak mengusap perlahan bahu Liam. Bermaksud memberinya kekuatan.
“Tidak mencintaimu lagi? Kenapa?” Tanya Niall.
“I don’t know!” jawab Liam mengusap wajahnya dengan kedua
telapak tangannya.
“Dia tidak memberitahuku apa salahku sehingga ia tidak
mencintaiku lagi. Apa yang kurang dariku sampai rasa itu hilang darinya. Ia
hanya bilang padaku, ia bosan menjalani hubungan kita. Dan rasa itu perlahan
hilang hingga sekarang sudah tidak ada sama sekali.” Liam menegakkan duduknya,
mendongakkan kepalanya dan menatap langit-langit ruangan yang kosong. “Mungkin
ia sudah mencintai orang lain.”
Semua temannya merasa sangat sedih melihat Liam yang seperti
ini. Ikatan persahabatan mereka memang sudah sangat erat. Mereka menganggap
bahwa mereka adalah saudara, keluarga. Hati mereka sudah menyatu. Jadi mereka
tahu betul apa yang dirasakan oleh Liam. Seberapa sedihnya Liam yang harus
berpisah dengan Danielle. Seberapa besar cintanya untuk Danielle. Mereka bisa
merasakan semua itu. Keadaan hening sejenak, meresapi kesedihan yang ada.
Sampai akhirnya Zayn angkat bicara.
“Kau harus merelakannya, Liam.” Semua yang berada di sana
mengangguk serempak, kecuali Liam.
“Ya, Zayn benar. Jika memang itu alasannya, soal perasaan,
kau tidak bisa berbuat apa-apa. Karena, ya, kau juga pasti sudah tahu kalau
perasaan tidak bisa dipaksa bukan?” sambung Louis.
Liam tersenyum pahit. Mengangguk perlahan.
“Kalian benar. Aku harus bisa merelakannya. Mungkin dia akan
lebih bahagia bersama yang lain.”
“Kau juga pasti akan lebih bahagia bersama yang lain, Liam.”
ucap Niall yakin.
“Entahlah, Niall. Mungkin.” sahut Liam.
“Kau tidak boleh larut dalam kesedihan. You must move on,
Pal*!” seru Harry memberikan semangat.
Liam hanya tersenyum mendengarnya. Lalu mengangguk.
“Thanks guys! Aku tidak tahu akan seperti apa jika tidak ada
kalian.” ucap Liam dengan senyuman yang mengembang.
“Aku akan melupakannya dan berusaha menjalani hidup seperti
biasa.”
“Bagus kalau begitu! Tenang saja kita akan selalu
mendukungmu.” ucap Louis yang disertai anggukan mantap dari semua penghuni
ruangan.
“Dan masih ada aku kan, Liam?” ucap Zayn bercanda sambil
mengedipkan matanya pada Liam.
“Ha ha ha ha ha..” serempak mereka semua tertawa di sertai
gelengan mendengar ucapa Zayn tadi.
*Pal: Same with ‘Dude, or Buddy or Bro’
-to be continued-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar