Sabtu, 16 Maret 2013

Because Your Smile Part 6


#1DLS "Your Smile" Part 7
created by @DyahAnindes


enjoy reading ;)

-----------------------------------------------------

“Dan masih ada aku kan, Liam?” ucap Zayn bercanda sambil mengedipkan matanya pada Liam.
“Ha ha ha ha ha..” serempak mereka semua tertawa di sertai gelengan mendengar ucapa Zayn tadi.

-skip-


Pukul 9 pagi di waktu Amerika Serikat. 
"Astaga!!! Aku hampir terlambat!” seru Krichel yang segera melompat dari tempat tidurnya. Berlari ke kamar mandi sampai-sampai dirinya terselandung dengan selimutnya. 

“Oh, shit!” gerutunya sambil menahan sakit. 

Untung saja ia tidak terpeleset ketika kakinya melangkah masuk ke kamar mandi. Waktu mandi Krichel berjalan 20 menit. Dan itu pun masih terasa kurang untuk Krichel. Karena ia tidak sempat berlulur –rutinitas tambahan Krichel setiap mandi. Dan itu juga dikerjakannya serba terburu-buru. Waktu mandi Krichel biasanya sampai 40 atau 45 menit. Entah apa yang dilakukannya saat mandi. Yang jelas hari ini adalah waktu mandi tercepat Krichel.

“Kenapa dihari sepenting ini harus bangun siang, sih?” gerutunya sambil mengacak-acak lemari pakainannya untuk memilih baju apa yang pantas untuk di kenakannya. 

“Baju apa yang harus aku pakai untuk bertemu mereka?” satu per satu baju ia lempar ke tempat tidurnya.

“Atau pakai dress saja?” ia berpikir sejenak. 

“Ah tidak! Aku tidak bisa leluasa jika mengenakan dress.” 

Ia kembali memilih-milih. 

“Kemeja?” ia kembali berpikir. 

“Ugh, terkesan sangat cowok!”. 

Dan pada akhirnya ia memilih kaus hitam berlengan panjang dengan gambar love pink besar menutupi bagian depannya. Lalu celana jeans putih panjang serta sepatu converse putih bertalinya. Rambutnya ia kuncir satu kebelakang dengan menyisakan pony dan sedikit rambut yang jatuh pada pipi kiri dan kanannya. Ia juga membawa tas berwarna hitam yang berukuran sedikit lebih besar dari dompet untuk menaruh uang dan handphonenya.

Pukul 08.56, Krichel sudah selesai berpakaian dan berdandan. Sebenarnya ia tidak suka berdandan. Dandanan andalannya, ya, hanya mengenakan bedak dan menyisir. Suara klakson mobil terdengar.

“Untung aku tepat waktu.” serunya lalu langsung bergegas keluar rumah.

“Good morning, Niall!” sapa Krichel ketika ia sudah berada di hadapan Niall.

“Morning, sweet.” sahut Niall tersenyum. Lalu memperhatikan Krichel dari atas sampai bawah. 

“You look like… Beauty Simple Girl.”

Krichel hanya tertawa mendengarnya, sedikit tersipu. Mereka berdua pun menaiki mobil Niall. Tak lama, mereka sudah berada di dalam mobil.

“Kita berangkat sekarang?” Tanya Krichel.

“Next year.” jawab Niall bergurau. 

“Of course now, Krichel! Ha ha. Kenapa? Kamu gugup?”. 

Krichel tidak menjawab. Ia hanya tersenyum masam dan menunduk. Niall menggapai tangan Krichel dan mengenggamnya sembari tersenyum manis. Krichel menoleh ke wajah Niall dan membalas genggaman tangan Niall. Krichel tersenyum, lalu mengambil napas dalam-dalam dan mengeluarkannya perlahan. 

“Apa kamu sudah sarapan?”

Krichel menggeleng. 

“Tadi aku bangun kesiangan jadi tidak sempat untuk sarapan.”

“Sama.” sahut Niall tertawa kecil. 

“Yasudah, aku akan mengajakmu untuk makan cheese burger. Kedai kecil yang menjual cheese burger itu berjualan di taman. Tepatnya, di pinggir taman. Tamannya indah, nanti kamu pasti akan suka.” Krichel mengangguk sebagai jawaban.


Niall melajukan mobilnya dengan kecepatan normal. Selama perjalanan, mereka berdua mengobrol dengan asyik. Niall banyak menceritakan tentang The Boys. Bahkan dia menceritakan profilnya satu per satu. Krichel hanya mendengarkannya dengan saksama dan sering kali tertawa karena ada saja tingkah Niall yang lucu sehingga membuat dirinya tertawa. Dan masing-masing dari The Boys juga mempunyai sifat-sifat unik yang lucu. Ternyata perkiraan Krichel selama ini benar, pasti akan merasa sangat nyaman dan seru jika ia berada di antara lelaki-lelaki tampan itu.
Mobil Niall berhenti di bawah pohon besar yang rindang. Mereka sudah sampai pada taman yang dimaksud oleh Niall. Niall turun dari mobil lalu membukakan pintu untuk Krichel. 

“Thank you.” ucap Krichel.

“Ayo kita masuk ke taman.” ajak Niall. Krichel menyamakan langkahnya dengan Niall, tangannya digenggam.

Krichel dan Niall memasuki taman yang sedang ditumbuhi bunga-bunga indah itu. Oh, ya, ini adalah bulan Mei berarti sedang musim semi. Jelas saja bunga-bunga ini bermekaran dengan sangat indah. Krichel sangat takjub melihatnya. Baru pertama kali ia melihat taman seindah ini.

“Kamu suka?” Tanya Niall.

“Sangat.” jawab Krichel mengitari pandangannya ke seluruh taman.

Niall tersenyum puas. Senang sekali rasanya membuat Krichel bahagia. Karena dengan membuatnya bahagia, senyuman itu selalu muncul di wajahnya. Dan itulah yang Niall tunggu setiap dirinya berada di sisi Krichel. Mereka berjalan menyusuri taman. Sampai akhirnya mereka menemukan kursi kosong lalu duduk di kursi taman yang berwarna cokelat kemerahan itu.

“Aku akan memesan dua cheese burger. Kamu tunggu di sini ya!” seru Niall yang di jawab dengan anggukan Krichel. Lalu Niall pun meninggalkan Krichel di kursi itu.



Liam sedang melihat pancaran dirinya di air sungai yang tenang itu. Ia sedang berada di taman, tepatnya di jembatan batu yang di bawahnya terletak sungai yang jernih. Ia menyilangkan tangannya pada pingiran jembatan. Menoleh kebawah, melihat wajahnya yang terpantul oleh cahaya sehingga terpancar di air sungai itu. Masih meratapi kesedihannya. Dia memang tidak ingin seperti ini, tapi ia tidak bisa. Sekeras apapun ia mencoba, bayangan gadis yang menyakitinya itu masih berputar-putar dengan jelas di otaknya. Ia pergi ke taman ini dengan maksud untuk menenagkan pikirannya. Membersihkannya dari bayangan gadis itu. Tapi yang terlintas di pikirannya masih saja orang yang sama, Danielle.
Liam mengambil napas lalu membuangnya. Membalikkan badannya lalu bersandar di pinggiran jembatan batu itu. Mengitari pandangan ke seluruh penjuru taman. Ada anak-anak kecil yang sedang bermain, ia tersenyum melihatnya. Ada sepasang kekasih yang sedang duduk berdua di bangku taman, dan kali ini dia langsung mengalihkan pandangan. Bunga-bunga indah yang bermekaran sedikit membuat hati Liam tenang dan melupakan masalahnya. Sampai pada akhirnya pandangannya terhenti pada seorang gadis yang sedang duduk sendiri di bangku taman, di sebelah tanaman bunga tulip kuning yang cantik. Gadis itu sedang melihat-lihat sekitar taman. Sepertinya gadis itu sangat menyukai taman ini. Dan jelas sekali pasti ini kali pertamanya berada di sini. Karena kalau orang yang sudah biasa, pasti tidak setakjub itu lagi melihat taman ini.
Gadis itu selalu mengembangkan senyumannya. Liam bisa melihat itu. Senyuman yang indah, seindah wajahnya. Pikir Liam. Untuk beberapa saat ini, Liam terhanyut oleh senyuman gadis itu. Senyumannya sama seperti bunga-bunga di taman ini. Indah, dan menenangkan jiwa. Siapa kira-kira gadis itu? Tak sadar, Liam sejenak sudah melupakan masalahnya dengan melihat senyuman gadis itu. Liam pun ikut tersenyum seolah terhipnotis dengan senyuman itu. Tapi, tak lama, Liam kembali ke kenyataannya. Memalingkan pandangannya dari gadis itu, menggeleng-gelenggkan kepalanya.
“Apa yang aku pikirkan?” ucapnya berbicara pada diri sendiri.
Liam mengangkat tangan kirinya untuk melihat angka di jam tangannya. Pukul 10.15, Liam beranjak dari taman itu dan menuju ke cafe terdekat. Sejak pagi, Liam sudah keluar dari apartemen dan menyusuri jalan-jalan sesuka hatinya dengan tujuan menenangkan pikiran. Sampai-sampai ia lupa bahwa dirinya belum makan sejak kemarin malam. Jadi, ia memutuskan untuk pergi ke salah satu café terdekat untuk sarapan.



Niall kembali ke kursi taman yang sedang di tempati Krichel dengan tiga buah cheese burger di tangannya.

“Kamu bilang akan memesan dua cheese burger?” Tanya Krichel mengerutkan dahinya.

“Ya tadinya, tapi setelah aku pikir-pikir, aku sangat lapar jadi aku akan makan dua, he he.” jawab Niall dengan polosnya.

“Ha ha ha! Ternyata benar. You’re the hungry boy!” ucap Krichel tertawa lepas. Niall hanya tersenyum canggung.

Lalu mereka pun duduk berdua di kursi taman itu. Menikmati cheese burger sembari memandangi pemandangan di sekitar taman indah itu. Walaupun ini sudah memasuki akhir musim semi, tapi keindahan tanaman-tanaman yang tumbuh belum hilang. Udara yang hangat semakin membuat keindahan alam lebih terpancar. Krichel bahagia sekali karena bisa merasakan hangatnya musim semi dan kecantikan alam di musim semi. Ia jadi tidak sabar ingin merasakan bagaimana keadaan alam di musim-musim lainnya. Terlebih musim dingin. Ia ingin merasakan kelembutan butiran-butiran salju. Melihat seberapa indah benda putih nan elegan itu jika mendarat di telapak tangannya. Pasti sangat cantik. Pikirnya.
Sepuluh menit kemudian, mereka sudah menghabiskan santapan mereka. Krichel dan Niall pun beranjak meninggalkan taman dan menuju ke tempat Niall memarkirkan mobilnya. Setelah sampai, mereka berdua langsung masuk ke dalam dan melanjutkan perjalanannya menuju apartemen di mana The Boys tinggal. Tidak jauh dari taman itu. Ternyata waktu tempuh ke apartemen The Boys hanya 5 menit dari taman. Dan sekarang, mereka berdua sudah berada di depan apartemen itu.
Masih di dalam mobil, Krichel tiba-tiba membeku saking gugupnya. Niall yang sudah membuka pintu mobil, kembali menutupnya karena dilihatnya Krichel yang seperti itu.

“Are you okay?” Tanya Niall khawatir.

“Yea, I’m just… Nervous.”

“Hey, calm down. Aku yakin kamu bisa mengendalikan emosi kamu. Krichel, kamu harus percaya diri.” ucap Niall meyakinkan hati Krichel.

Krichel mengambil napas dalam-dalam dan mengeluarkannya perlahan. 

"Yeah, you’re right. I can do it!”

“Good!” sahut Niall mengelus pelan pony Krichel.

Mereka berdua berjalan memasuki apartemen dengan tangan Krichel yang digenggam oleh Niall. Tangan Krichel begitu dingin, Niall bisa merasakan itu. Pintu lift terbuka, ruangan The Boys berada di lantai lima. Apartemen itu bisa dibilang sangat megah. Terdiri dari 11 lantai dengan 1 lantainya yang terdiri dari 3 buah ruangan yang besar. Cat apartemen itu berwarna keemasan. Terlihat sangat mewah layaknya sebuah hotel bintang lima. Ya, tapi Krichel tidak meragukannya. Jelas saja The Boys tinggal di apartemen semegah ini. Mereka kan artis papan atas.
Ting! Suara dentingan dari lift disertai dengan terbukanya pintu lift. Mereka sudah berada di lantai lima. Perlahan Krichel dan Niall melangkahkan kakinya keluar dari lift. Tangan Krichel kembali mendingin, lebih dingin dari sebelumnya. Niall yang mengetahui rasa nervous Krichel yang semakin meningkat, mempererat genggaman tangannya. Seolah memberikan keyakinan bahwa Krichel pasti bisa mengendalikan rasa gugupnya.
‘Room 14’ tulisan yang tertera di pintu yang sekarang ada di hadapan Niall dan Krichel.

“This is our room! Are you ready?” ucap Niall menoleh ke arah Krichel sebelum ia memegang gagang pintu untuk membukanya.

Krichel kembali membuang napas beratnya. Ia memejamkan mata, lalu mengangguk perlahan. Sebelumnya, Niall memang sudah memberitahu The Boys bahwa akan ada temannya yang datang. Niall juga menyuruh mereka berkumpul di ruang TV sepuluh menit yang lalu melalui SMS. Letak ruang TV berada tepat didepan pintu masuk. Jadi, saat kita membuka pintu, kita langsung berhadapan dengan ruang TV.
Niall melepas genggaman tangannya dengan Krichel dan mulai memegang gagang pintunya. Oh, shit! mengapa aku jadi ikut merasa gugup? Pikir Niall. Tapi, dengan cepat ia langsung membuang perasaan itu dan tertawa kecil.

“Niall, wait!” seru Krichel. Niall hanya menanggapinya dengan senyuman lalu memutar gagang pintunya.

Dengan cepat Krichel langsung beranjak ke belakang badan Niall. Tidak tahu kenapa, ia masih saja merasa belum siap. Niall tidak sadar kalau Krichel bersembunyi di balik badannya. Sampai pintu itu terbuka.

“Hey, guys!” sapa Niall kepada teman-temannya.

“Hallo, Niall!” sahut Louis yang menyadari kedatangan Niall. 

Yang lain tampaknya tidak menyadari kedatangan Niall karena sedang asyik menonton TV. Atau.. oh, bukan. Mereka sedang memperebutkan remot TV! Astaga. 

“Hey, mana teman yang kau ceritakan?” Tanya Louis. Semua yang ada di ruangan menoleh ke arah Louis berbicara. Mereka baru sadar akan kedatangan Niall.

Niall menoleh ke sebelah kiri. Tidak ada orang di sana. 

“Krichel?” Niall mencari dimana sosok Krichel. 

Lalu Niall menoleh ke belakang. 

“Hey, what are you doing?!” 

Krichel hanya memperlihatkan deretan gigi putihnya. Lalu perlahan memunculkan dirinya dan pada akhirnya kembali berdiri di samping Niall. Niall menggandeng Krichel masuk ke dalam ruangan. 

“This is my friend, Krichel.” ucap Niall setelah berada di hadapan The Boys.

Krichel diam membeku. Dilihatnya satu per satu para lelaki di hadapannya saat ini. Detak jantungnya menjadi cepat. Napasnya tercekat. Serasa ia akan jatuh pingsan lagi. Tapi, ia menguatkan dirinya dan mencoba mengontrol emosinya. Mengatur napasnya yang mulai tidak beraturan.

“Hallo, Krichel! I’m Zayn Malik.” seru lelaki yang biasa dipanggil Zayn itu sembari menjulurkan tangan kanannya dan memperlihatkan senyuman mautnya.

Jantung Krichel semakin berdetak cepat. Dilihatnya uluran tangan Zayn. Diam sejenak, dan dengan-sangat-perlahan menyambut tangan Zayn dan menjabatnya.

“I’m Harry Styles.” ucap lelaki berlesung pipi ini yang juga mengulurkan tangan kanannya.

Sekarang pandangan Krichel beralih ke wajah sang pemilik uluran tangan ini. Mencoba tersenyum, lalu kembali menjabat tangannya.

“Louis Tomlinson.” lanjut lelaki berbaju garis-garis ini tersenyum dan juga mengulurkan tangannya untuk menjabat Krichel. Krichel menjabat tangan Louis.

“My name is Krichel Damond. Ehm, Krichel Nash Damond.” ujar Krichel setelah mengumpulkan segenap tenaga untuk berbicara.

“Ayo duduk!” seru Niall tiba-tiba. Dan langsung di turuti oleh semua yang ada di ruangan. 

“Well, boys, ini adalah temanku yang berasal dari Indonesia. Dan dia seorang Directioner.” lanjut Niall mengembangkan senyumannya.

“Directioner? Oh, wow! Senang bisa berkenalan denganmu, Krichel.” seru Zayn. 

“Tapi, kenapa kamu telihat…” Nervous. Itu yang akan dikatakan oleh Zayn, tapi ia menghentikan ucapannya.

Niall tertawa kecil. 

“Asal kalian tahu, dia ini sangat sangat sangat gugup berhadapan dengan kalian! Ha ha ha.” 

Krichel yang merasa diledeki segera memukul bahu Niall. 

“Aw!” ringis Niall mengusap bahunya.

“Ha ha! Hey, Krichel, biasa sajalah. Kami senang bisa mempunyai teman baru sepertimu. Ya kan, guys?” seru Louis. 

Semuanya mengangguk.

Krichel hanya tersenyum canggung. Masih mencoba menenangkan dirinya agar tidak gugup lagi. Dan sepertinya, kali ini dia berhasil. Ia mulai mengembangkan senyum manisnya dengan lebar. 

“Akhirnya aku bertemu kalian jugaaa!” ucap Krichel tiba-tiba dengan sedikit berteriak dan langsung beranjak berdiri. 

Niall dan kawan-kawan sampai terkejut melihatnya. 

“Bolehkah aku memeluk kalian?” seru Krichel.

“Of course!” sahut Harry yang juga beranjak berdiri, lalu membuka kedua tangannya seolah ingin menangkap Krichel. 

Kemudian Zayn dan Louis pun juga ikut berdiri. Dengan cepat, Krichel langsung menghampiri Harry dan memeluknya erat. Harry membalas pelukannya. 

“Nice to meet you, Krichel.” ujar Harry saat memeluk Krichel.

“Nice to meet you too, Harry!” sahut Krichel. 

Zayn dan Louis pun juga memeluk Krichel dengan erat secara bergantian. Niall tersenyum senang sambil menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah Krichel. 

“Oh, ya, di mana Liam?” Tanya Krichel kemudian.

“Dia sedang pergi keluar, entah kemana. Dia tidak memberitahu kami.” jawab Louis.


Niall, Louis, Zayn, Harry, dan Krichel kemudian mengobrol di ruang TV itu. Mereka sepertinya memiliki pembicaraan yang sangat seru. Terlihat dari mereka yang tidak sama sekali merasa bosan. Semua ikut berbicara, menceritakan apa saja kepada Krichel. Mereka juga banyak menanyakan tentang pribadinya Krichel. Seperti di mana tempat tinggalnya, kapan sampai di Amerika, bahkan mereka menanyakan bagaimana suasana di Negara Indonesia. Bagaimana Directioner di sana, seberapa banyak, dan masih banyak lagi. Krichel menjawab semua pertanyaan-pertanyaan itu dengan sangat antusias. Seolah ia sangat bahagia tinggal di Indonesia, dan bangga akan apa yang dimilikinya. Semua mendengarkan cerita Krichel secara saksama. Krichel memang orang yang banyak bicara, bahan pembicaraannya tidak pernah habis. Apalagi menceritakannya dengan orang-orang yang baru ia kenal, pasti banyak hal yang akan Krichel ceritakan pada mereka.
Semua menikmati pembicaraan yang lumayan lama itu. Krichel sangat senang mengobrol dengan mereka. Karena ada saja tingkah mereka yang menggelitik perut Krichel sehingga ia tertawa dengan lepas. Melihat tingkah Louis yang sangat usil, Niall dengan tawaan yang bisa mengocok perut, Zayn yang kadang suka berbicara tidak jelas, bahkan Harry yang bisa terbilang paling pendiam dari mereka, biasa mengeluarkan lelucon yang amat lucu. Sayang sekali, Liam, tidak ada di antara mereka. Padahal, jika ia boleh mengatakan, Liam lah personil 1D favourite Krichel. Sebenarnya, Krichel memfavoritekan mereka semua, tapi jika ia di suruh memilih salah satu, ia akan memilih Liam Payne.

“Aku lapar,” seru Niall tiba-tiba. 

“membicarakan banyak hal seperti ini ternyata bisa mengosongkan perutku.” lanjutnya. Semua tertawa mendengarnya.

“Okay, aku akan membuatkan pancake. Bagaimana?” tawar Harry.

“Sounds great!” sahut Niall gembira.

“Kamu bisa memasak?” Tanya Krichel kepada Harry. 

Harry mengangguk bangga. 

“Wow!” seru krichel kemudian.

“Harry adalah juru masak di sini.” sambung Louis menepuk bahu Harry.

“Apa aku boleh membantumu?” Tanya Krichel.

“Baiklah. Asal jangan kau hancurkan saja dapurku.” ledek Harry yang ditanggapi dengan tawaan semuanya.


Harry dan Krichel beranjak menuju dapur apartemen. Sedangkan, Zayn, Louis, dan Niall masih berada di ruang TV. Entah mereka melanjutkan obrolan atau malah menonton TV. Di dapur, Harry menyiapkan semua bahan yang dibutuhkan untuk membuat pancake. Seperti tepung, gula, telur dan lain-lain. Ini adalah kali pertama Krichel membuat pancake. Jadi, di sini ia bisa sekaligus belajar. Harry menjelaskan takaran-takaran yang akan dipakai. Krichel mendengarkannya dengan serius. Ia melaksanakan apa saja yang Harry suruh.
“Krichel, kamu bisa pecahkan dua buah telur dan memasukkannya ke dalam mangkuk ini?” ujar Harry sambil memberikan Krichel mangkuk berukuran kecil.

“OK.” sahut Krichel dan melaksanakannya.

Sedangkan Harry sedang menuangkan tepung dan gula ke dalam mangkuk plastic putih yang berukuran cukup besar. 

“Krichel, apa kamu sudah selesai dengan telurnya?”

“Sudah.” sahut Krichel dan memberikannya kepada Harry.

“OK. Kamu bantu aku mengaduk adonan ini, aku akan menuangkan airnya sedikit demi sedikit.” ucap Harry. 

Krichel mengangguk dan mulai mengaduk adonannya. Harry menuangkan air sedikit demi sedikit.



Liam meninggalkan café itu setelah ia menyantap habis hidangannya. Ia bermaksud untuk kembali ke apartemen dan beristirahat. Liam mengendarai sepeda motor besarnya dengan kecepatan normal. Pikirannya sekarang sudah mulai jernih, tidak serumit tadi. Selain karena melihat senyuman gadis di taman tadi, mengisi perutnya juga membuat dirinya bisa melupakan sejenak masalahnya. Perjalanan menuju apartemen hanya ditempuh selama lima menit, letak café itu sangat dekat dengan apartemennya. Liam memarkirkan motornya di tempat parkir khusus yang sudah tersedia di halaman belakang apartemen. Setelah itu, ia pun berjalan memasuki apartemen dan langsung menuju ruang di mana ia tinggal bersama teman-temannya. Ketika ia sampai, ia langsung memutar gagang pintu dan memasuki ruangan.

“Liam! Dari mana saja kau?” seru Zayn layaknya seorang ibu yang memergoki anaknya yang baru pulang, ketika Liam baru saja membalikkan badannya setelah menutup pintu.

“Hanya berjalan-jalan. Ada apa?” jawab Liam.

“Tidak. Hanya bertanya.” sahut Zayn yang kembali memasang wajah datar. Liam memutarkan bola matanya sambil bergeleng-geleng menahan geli.

Liam berjalan ke dapur berniat untuk mengambil segelas air putih. Ternyata tenggorokannya sangat kering saat ini. Liam mengambil gelas yang terletak di samping kulkas, membuka kulkas, dan menuangkan air ke dalam gelasnya. Lalu meneguk habis air di gelas itu. Liam menutup kulkas dan kembali meletakkan gelas di meja di samping kulkas. Ia melihat Harry dan seorang gadis berada di dapur itu. Siapa gadis itu? ucap Liam dalam hati.

“Hey, Liam!” tegur Harry yang baru menyadari kehadiran Liam di situ.

Krichel yang sedang mengaduk adonan di dalam mangkuk besar itu seketika
langsung menghentikan aktivitasnya. Tidak berani menoleh ke belakang.
Liam? Apa itu benar Liam? Tanya Krichel dalam hati. Rasa gugupnya kembali
muncul. Tangannya mendingin lagi, jantungnya pun berdetak cepat lagi. Ia
kembali mengaduk adonan kue itu. Tapi karena dirinya sedang gugup, ia tidak
sadar bahwa ia mengaduk adonannya dengan sangat cepat.


“Hey! Uhm.. who is she?



-to be continued-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar