#1DLS "Your
Smile" Part 9
created
by @DyahAnindes
enjoy reading ;)
-----------------------------------------------------
Liam?!
serunya dalam hati ketika sudah mendapati siapa orang tersebut. Sedang apa dia
sendirian berada di café ini? Di mana The Boys? Banyak pertanyaan di dalam
kepala Krichel. Krichel bermaksud untuk menghampirinya. Dilihatnya Mr.Damond
yang masih menatap fokus layar handphonenya. Ia tahu jika ayahhnya sudah
terfokus pada satu hal, ia tidak akan menyadari hal yang lainnya. Jadi, ia
memutuskan untuk meninggalkan ayahnya diam-diam.
Krichel
bangkit dari duduknya perlahan. Dan melangkah mendekati meja café yang di
tempati Liam. Benar saja, Mr.Damond sama sekali menyadari kepergian Krichel.
Krichel semakin mendekati Liam. Sekarang terlihat sangat jelas bahwa itu memang
Liam. Sepertinya Liam tidak menyadari dirinya dihampiri oleh Krichel. Ia sedang
melamun! Terlihat dari pandangannya yang menatap kosong ke arah jendela.
Dengan
ragu, Krichel menyentuh pelan bahu Liam. “Ehm, Liam?”
Liam
tersadar dari lamunannya. Ia melihat siapa orang yang menyentuh bahu kirinya
itu. “Krichel?”
Krichel
tersenyum. “Boleh aku duduk di sini?”
“Tentu.”
jawabnya singkat.
Krichel
menempati kursi yang berada di hadapan Liam. “Kau sendirian?”
“Ya,
seperti yang kau lihat. Kau juga?”
“Sebenarnya
aku bersama dengan Ayahku. Tapi, saat aku melihatmu aku bermaksud menegurmu
dulu.” ucap Krichel kembali tersenyum. “Menapa kau sendiri? Mana yang lain?”
“Aku
hanya ingin sendiri. Menenangkan pikiran.” jawab Liam.
Krichel
menatap Liam aneh. Menenangkan pikiran? Memang ada apa dengan pikirannya?
Pertanyaan yang tertera di otak Krichel.
Liam
yang sadar akan jawabannya, menyesali apa yang keluar dari mulutnya itu.
Seharusnya ia tidak perlu mengatakannya. “Eh-Uhm, lupakan saja.” Ucap Liam
mencoba tersenyum.
“Ehm,
Liam, aku senang jika kau mau berbagi. Aku bisa menjadi pendengar yang baik. Kau
tahu? aku tidak suka melihat siapa pun bersedih. Terutama… idolaku.” ujar
Krichel memasang ekspresi serius tapi tersenyum pada kata terakhir.
Liam
menghembuskan napas panjang. Tidak bisa lagi mengelak perkataan dari Krichel.
“Ya, aku memang sedang bersedih.” ucapnya.
“Karena?”
Tanya Krichel memasang telinga baik-baik menunggu jawaban dari Liam.
“Kau
pasti sudah tahu tentang…” Liam menghentikan perkataannya. Rasanya sakit jika menyebutkan nama seseorang yang mungkin sudah
melupakannya. “..Danielle.”
Krichel
mengangguk. Tanda benar bahwa ia sudah tahu dan tanda sebagai ia mengerti
perasaan Liam. Hatinya jadi ikut terasa sakit. “Jadi, kau masih belum bisa
menerimanya?”
Liam
tersenyum miris. “Sedang aku coba.”
Krichel
menatap lekat dimata Liam. Ingin melihat seperapa besar kepedihannya. Dan
jawaban yang ia dapat… sangat besar. “Aku tahu pasti sangat sulit merelakan ia
yang dulu sangat berarti. Tapi, kita tidak boleh larut dalam kesedihan. Ia
pergi, karena bukan ialah yang tercipta untuk kita. Dengan kepergiannya kita
jadi bisa menemukan kembali seseorang yang lebih tepat. Dan tanpa kita ketahui,
seseorang itu adalah jodoh kita.”
Liam
terdiam, menatap Krichel. Dilihatnya senyuman gadis itu. Ia kembali tenggelam
di dalamnya. Meresap kata-kata yang baru saja terlontar lembut dari mulut
Krichel. Mencoba mencernanya, dan ia sadar bahwa Krichel benar. “Kau benar.”
“Kalau
begitu, cobalah beranjak dari kesedihanmu. Jadilah Liam yang dulu. Ceria dan
banyak bicara.” ujar Krichel.
Liam
terhipnotis perkataan Krichel. Ia tersenyum tanpa mencoba. Ia tersenyum tulus
karena melihat senyuman gadis di hadapannya ini. Krichel menoleh ke arah
ayahnya. Tampaknya, Mr.Damond sudah menyadari ketidak beradaan Krichel. Karena
terlihat dari tempat Krichel duduk, Mr.Damond sedang menoleh ke segala arah.
“Liam,
sepertinya aku harus kembali ke ayahku.” seru Krichel.
“Baiklah.”
sahutnya tersenyum. Krichel membalasnya.
Krichel
kembali duduk di hadapan ayahnya. Memasang wajah innocent-nya. “Hai, Dad!”
serunya.
“Dari
mana kamu?”
“Toilet.”
ucap Krichel berbohong. Memperlihatkan deretan giginya.
*******************************
“Aku
tahu pasti sangat sulit merelakan ia yang dulu sangat berarti. Tapi, kita tidak
boleh larut dalam kesedihan. Ia pergi, karena bukan ialah yang tercipta untuk
kita. Dengan kepergiannya kita jadi bisa menemukan kembali seseorang yang lebih
tepat. Dan tanpa kita ketahui, seseorang itu adalah jodoh kita.” Kata-kata itu
masih terngiang di telinga Liam hingga sekarang ini. Sekarang dirinya sedang
mengendarai motor besarnya untuk sampai di apartement. Ia tidak bisa fokus
mengendarai. Wajah gadis yang baru saja bertemu dengannya di café itu beserta
senyumannya masih tergambar jelas di pikirannya.
Liam
sudah berada di apartement. Ia langsung melangkah menuju ruangan. Setelah
sampai, ia memasuki kamarnya dan merebahkan diri di tempat tidur, memikirkan
Krichel.
********************************************
Krichel
dan Mr.Damond sudah tiba di depan rumah mereka. Saat Mr.Damond sedang ingin
memasukkan mobilnya ke dalam garasi, ada sebuah mobil yang menghalangi pintu
masuk. Krichel memperhatikan mobil itu. Siapa yang parkir mobil sembarangan di
depan rumah orang? Pikirnya. Krichel mencoba memperjelas pandangannya dari
dalam mobil. Oh, ternyata itu mobil Niall!
“Dad,
itu mobil Niall. Aku akan turun untuk menemuinya. Dad tunggu di sini saja ya.
Kalau mobilnya sudah menyingkir, Dad langsung masukkan mobil ke garasi, OK?”
ujar Krichel.
“Niall?”
“Temanku
yang bule itu. Kita pergi bersama saat berangkat ke Amerika.” Ucap Krichel
mengingatkan.
“Oh,
ya. Dad ingat.” sahut Mr.Damond.
Krichel
pun turun dari mobil ayahnya. Berjalan menghampiri orang yang sedang bersandar
di sisi kiri mobil menghadap ke rumah Krichel. Terlihat Niall sedang memainkan
handphonenya. Krichel berani bertaruh, Niall pasti sedang mencoba menghubungi
Krichel. Dan, benar, ketika Krichel sampai persis di sebelah Niall,
handphonenya bergetar tanda ada pesan masuk. Pasti dari Niall. Tapi Krichel
tidak langsung membuka pesannya, ia ingin menyapa Niall dulu.
“Hey!
Sedang apa kau di sini?” Tanya Krichel menepuk bahu Niall.
Niall
sedikit terkejut. Ia sampai mengambil satu langkah menjauh dari Krichel sebelum
menyadari itu adalah Krichel. “Oh, hey! Aku kira kau di dalam.”
“Tidak.
Aku baru saja pulang berbelanja dengan ayahku.” jelas Krichel menoleh ke mobil
ayahnya. “Oh, ya. Bisakah kau sedikit menggeser mobilmu? Ayahku tidak bisa
lewat untuk memasukkan mobil ke garasi.”
“Oh,
yes, sure.” seru Niall tersadar. Niall kembali masuk ke dalam mobilnya dan
menjalankan mobilnya ke belakang. Mundur kurang lebih 2 meter untuk membuka
jalan masuk. Setelah itu, Mr.Damond menjalankan mobilnya mendekati rumah,
sampai akhirnya terparkir rapi di garasi. Niall mematikan mesin lalu keluar
dari mobilnya.
“Ayo
masuk!” ajak Krichel. Niall mengikutinya di belakang.
Krichel
membantu ayahnya menurunkan barang-barang belanjaannya. “Biar aku bantu.” ucap Niall.
“Tidak
usah repot-repot, Niall.” sahut Mr.Damond yang sedang menurunkan kantung
belanjaan terakhirnya.
“Sama
sekali tidak merepotkan, Sir.” serunya mengembangkan senyum.
“Baiklah.
Kalau begitu, terimaksih.” ucap Mr.Damond sembari membawa satu kantung plastik
besar. Sedangkan Niall membawa dua kantung plastic besar yang satu-satu di
genggam di tangan kanan dan kirinya.
Krichel
berniat untuk membantu. “Biar aku bawa satu.” ucapnya menjulurkan tangannya.
“Tidak
perlu. Ayo masuk!” sahut Niall berjalan mendahului Krichel.
Krichel
terdiam sejenak, lalu tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Setelah
berada di dalam rumah, Krichel berkata pada Niall untuk menaruh plastik-plastik
itu di dapur. Krichel menunjukkan dapurnya. “Kau ingin minum apa?” tawar
Krichel setelah Niall sudah meletakkan plastik-plastik itu di atas meja dapur.
“Hmm..
apa saja.” jawab Niall berdiri di hadapan Krichel.
“Okay.
Kau tunggu saja di ruang TV.” seru Krichel.
Niall
menuruti Krichel dan berjalan ke ruang TV. Lalu, ia duduk di sofa yang tersedia
dan kembali memainkan handphonenya. Sekitar lima menit kemudian, Krichel
berjalan menuju ruang TV dengan segelas orange juice di tangan kanannya.
Krichel menaruh gelas itu dimeja dan mendaratkan dirinya di samping Niall.
“Thanks.”
ucap Niall.
Krichel
tersenyum. “Jadi, ada keperluan apa kau datang ke rumahku?”
“Hm,
tidak ada maksud tertentu. Aku hanya ingin bertemu denganmu.” Jawab Niall
mengedipkan sebelah matanya.
“Seriously,
Niall.” seru Krichel memutarkan bola matanya.
“Ha
ha ha. Aku baru saja pulang dari studio dan aku sedang malas berada di apartement.
Terlebih lagi, apartement akan kosong karena sepulang dari studio tadi Louis
berencana berkencan dengan Eleanor, Harry dan Zayn ingin pergi ke suatu tempat,
I don’t know where, dan Liam pergi saat rekaman belum selesai.” ujar Niall
menjelaskan.
“Saat
rekaman belum selesai?” Tanya Krichel mengulangi kata-kata terakhir Niall tadi.
“Ya.
Belakangan ini ia sering sekali menyendiri. Kurasa Liam masih butuh waktu untuk
menenangkan diri.” ucap Niall.
“Aku
tahu. Aku bertemu dengannya tadi.”
“Oh,
ya? Where?”
“Ilana
café. Aku sedang berkunjung ke café itu saat selesai berbelanja dengan Dad. Aku
melihatnya, dan kami sedikit berbincang.” jelas Krichel. Krichel menatap Niall
dengan aneh. “Apa dia selalu seperti itu setelah berpisahnya ia dengan
Danielle?” sambung Krichel.
“Ya,
begitulah.” sahut Niall mengangkat kedua bahunya.
Krichel
kembali menormalkan ekspresinya dan menyandarkan punggungnya ke sofa.
Tatapannya lurus menatap TV yang tidak menyala. Apakah Liam seterpuruk itu?
Krichel merasakan sakit di dadanya entah karena apa. Napasnya tiba-tiba terasa
berat. Ada apa dengan dirinya? Apakah ini menyangkut dengan Liam? Sepertinya
memang ya.
“Kenapa?”
Tanya Niall yang menyadari perubahan ekspresi Krichel.
Krichel
sadar. “Eh-uhm, tidak.” sahutnya terbata. “Jadi, apa yang akan kita lakukan
sekarang?”
Niall
berpikir sejenak. “Apa kau punya film bagus?” tanyanya kemudian.
“Hm,
lumayan. Jadi, kita akan menonton film?” Niall menganggukan kepalanya sebagai
jawaban. “Horror? Romance? Action or?”
“Apa
yang paling kau suka?”
“Horror.”
jawab Krichel tanpa berpikir.
“Really?
Aku meragukannya.” ledek Niall.
“Baiklah.
Akan aku buktikan!” jawab Krichel yang kemudian menjulurkan lidahnya kepada
Niall.
Krichel
membuka laci yang tersedia di meja besar tempat TV besar itu bersanding. Laci
yang sekarang Krichel buka adalah laci dimana penempatan berbagai DVD dengan
semua aliran. Romance, Comedi, Horror, Action, apa saja. Krichel mencari-cari
apa yang kira-kira seru untuk ditonton bersama pria si tukang makan dan selalu
tertawa ini. setelah beberapa saat mencari, akhirnya Krichel memilih untuk
menonton film ‘Paranormal Activity 4’. Sebenarnya ia sudah menontonnya satu
kali bersama Vivian di rumahnya dulu. Tapi ia kurang berkonsentrasi karena
suara Vian yang selalu berteriak-teriak ketakutan persis di samping telinganya.
Dan ucapan Vian yang berkata bahwa mereka menonton film yang lain saja. Jadi,
Krichel belum tahu sama sekali apa jalan ceritanya.
“Paranormal
Activity 4? Kau tidak salah memilih film?” Tanya Niall meragukan.
“Kenapa?
Kau takut?” ucap Krichel meledek.
“Harusnya
aku yang bilang begitu!” sahut Niall. Krichel tertawa kecil.
Film
dimulai. Suasana di awal film sudah terlihat menegangkan. Krichel menonton film
ini dengan bantal sofa yang di pangkunya. Dengan tujuan, Krichel dapat menutup
wajahnya kalau-kalau ada sesuatu yang mengagetkan atau sesuatu yang tidak enak
dipandang oleh mata. Sedangkan Niall, ia duduk dengan santai dengan melipat
sebelah kakinya ditopang oleh kakinya yang lain. Punggungnya bersandar di sofa,
sangat rileks.
Adegan
di film ini semakin menegangkan. Sudah setengah jam dari pertama Krichel
menyetelnya. Sebenarnya, film ini tidak menampakkan hantu. Melainkan
adegan-adengan menyeramkan yang mengagetkan. Keheningan yang menyelimuti film
ini semakin menambah tingkat kemistisannya. Teriakan seseorang secara tiba-tiba
bisa membawa kita kepada keterkejutan tinggi.
Krichel
mulai menaikkan bantalnya sampai setengah menutupi wajahnya, lebih waspada.
Krichel mulai merasakan kakinya mendingin dan keringatnya mengalir. Tapi, ia
tidak boleh menunjukkannya kepada Niall. Bisa ditertawakan aku, pikir Krichel.
Di layar TV sekarang, sedang menayangkan seorang wanita paruh baya yang sedang
berada sendirian di ruang tamu. Ruangan itu gelap dan tidak ada orang lain
selain wanita itu. Gerakan-gerakan wanita yang mencurigakan, sudah membuat
Krichel menebak bahwa akan ada kejadian tidak enak sesaat lagi. Dan benar saja,
wanita itu tiba-tiba terangkat cepat ke atas lalu dihempaskan dengan sangat
kuat ke lantai tanpa ada apapun atau seorang pun yang melakukannya. Setelah
itu, tentu saja, wanita itu mati. Krichel menutupi wajahnya dengan bantal,
ketika wanita itu tiba-tiba terhempas kencang ke lantai.
Terdengar
suara tawaan renyah dari arah kiri Krichel. Niall, ia sedang tertawa. Ada apa
dengan otak anak ini? Apa menurutnya ini film comedy? Atau memang, apapun film
yang ia tonton akan ia tertawakan? umpat Krichel dalam hati. Tawa Niall semakin
pecah ketika ia menyadari bahwa Krichel
memandangnya
dengan tatapan aneh.
“Hey!
Ini bukan Mr.Bean, Niall! Apa yang lucu dari film ini?” protes Krichel.
“Tidak.
Bukan filmnya yang lucu. Tapi kau!” serunya masih disertai tawaan lepas.
Kening
Krichel berkerut. Ia menaikkan sebelah alisnya. Oke, anak ini memang tidak
normal. Apa yang sebenarnya ia tonton? Aku, atau film ini? Krichel kembali
mengucap dalam hati.
“Kau
bilang kamu suka film horror.” seru Niall.
“Yes,
I do.”
“No,
you’re not. Kau ketakutan Krichel! Ha ha ha!” ledek Niall.
“Hey,
mister-always-laughing! Aku bilang suka dengan film horror, karena film itu
bisa membuatku tegang dan penasaran. Jadi, wajar saja aku terlihat takut, karena
aku menikmati filmnya.” jelas Krichel.
Niall
mendekatkan wajahnya dengan Krichel. Menatapnya konyol. “Oh, yeah?!” seru Niall
masih meremehkan Krichel.
Mata
Krichel kembali memutar. “Whatever!” kemudian ia kembali focus pada film di
hadapannya.
Niall
masih tertawa walaupun tidak selepas tadi. Keadaan kembali hening dan Krichel
kembali terhanyut dalam cerita film ini. Niall, entahlah, mungkin ia mencoba
untuk fokus menonton film ini. Tapi nyatanya, ia malah terpaku menatap gadis
yang berada di sebelahnya sekarang ini. Menatap setiap lengkungan wajahnya. Menatap
mata Krichel yang sedang terfokus ke layar TV. Menatap raut wajahnya. Niall
memang menyukai semua yang ada pada
diri
Krichel.
**********************************
Zayn
berjalan memasuki kamar Liam, Louis, dan Niall dengan maksud untuk mengambil
headphonenya yang tadi tertinggal disana. Terdengar suara seseorang yang sedang
bernyayi sambil memetik gitar. Arah suaranya berasal dari balkon kamar itu.
Liam dan Louis sudah terlelap dalam tidurnya. Pasti itu Niall, pikir Zayn. Zayn
berjalan sedikit mengendap supaya teman-temannya yang sudah tertidur itu tidak
terbangun. Dan benar, Niall sedang memetik gitarnya dan menyanyikan sebuah
lagu. Zayn tidak langsung menegurnya. Ia ingin mendengarkan Niall bernyanyi.
Niall
yang sedang duduk bersandar di kursi yang tersedia di balkon kamarnya tidak
menyadari keberadaan Zayn di perbatasan antara kamar dan balkon berdiri
bersandar pada tembok. Ia memetik gitarnya sehingga menyiptakan alunan yang
indah.
“Baby
I, I wanna know. What you think when you’re alone, is it me, yeah? Are you
thinking of me, yeah? We’ve been friends now for a while. Wanna know that when
you smile, is it me, yeah? Are you thinking of me yeah? oh ow..”
Niall
yang tadinya menatap gitar, sekarang beralih menatap lurus ke depan. “Girl what
would you do? would you wanna stay, if I were to say… I wanna be last yeah baby
let me be your, let me be your last first kiss. I wanna be first yeah wanna be
the first to take it all the way like this. And if you.. only knew.. I wanna be
last yeah baby let me be your last, your last first kiss.”
Wajah
manis Krichel yang sedang tersenyum kini tergambar di langit hitam malam ini.
“Baby tell me what to change. I’m afraid you run away, if I tell you what I
wanna to tell you, yeah.. Maybe I just gotta wait. Maybe this is a mistake. I’m
a fool yeah, baby I’m just a fool yeah, oh ow..”
“Krichel,
huh?”
Niall langsung menghentikan nyanyian dan
petikan gitarnya. Menoleh siapa si pemilik suara yang membuatnya sedikit
terkejut itu. Terlebih lagi kata yang di ucapkannya. Ternyata Zayn. “What?”
ucap Niall tidak percaya apa yang didengarnya barusan.
“Kau
menyanyikannya untuk Krichel kan?” Tanya Zayn mendekati Niall dan berdiri di
sampingnya. Melipat kedua tangannya di bawah dada.
Niall
bangkit dan berjalan ke pagar batas di balkon itu. Menyandangkan kedua sikutnya
di pagar itu, menatap lurus ke depan. “Apa yang kau bicarakan?”
Zayn kembali berdiri di samping Niall. Sama, menatap lurus ke depan. “You like her, do you?”
Pertanyaan yang tepat! Tepat sekali mendarat di hati Niall. Mengapa Zayn bisa berpikiran seperti itu? Niall tidak menjawab pertanyaan dari Zayn. Ia memandang ke atas, menatap indahnya langit di musim semi.
“Diam. Tanda jawaban ‘ya’, bukan?” seru Zayn.
Niall mendengus. “No. I don’t like her.” jawab Niall. Ia menatap ke bawah sejenak, lalu menoleh pada Zayn. “But, I love her.”
Zayn menoleh pada Niall, menatapnya. Mengangguk perlahan. “Aku sudah bisa menebaknya.”
“Bagaimana kau bisa tahu?” Tanya Niall mengerutkan kening.
“Ha ha, mudah sekali! Saat kemarin Krichel ke sini, aku bisa membaca arti pandanganmu kepada dia. Aku selalu menangkap kau sedang menatapnya.” jawab Zayn. Niall tidak menjawab, ia hanya tertawa kecil. “Niall,” seru Zayn lalu menatap Niall serius. Niall menoleh pada Zayn. “Aku tahu kau selalu gagal dalam urusan percintaan. Jadi, buatlah ini sebagai keberhasilan. OK?”
“Aku tidak tahu apakah ini akan berhasil. Aku tidak bisa menebak apakah Krichel mempunyai perasaan yang sama denganku.” ucap Niall lirih.
“Itu kelemahanmu. Kau selalu saja mencintai, tapi kau tidak berusaha untuk dicintai, kau tahu?” ujar Zayn. Niall mengangkat kedua bahunya dengan cepat. “Lad, get her!” sambung Zayn menepuk bahu Niall.
Niall tersenyum. “I’ll try.” jawabnya.
Zayn meninggalkan Niall dan berjalan menuju kamarnya. Tak lupa ia mengambil headphonenya yang terletak di meja terlebih dahulu.
Niall merenungkan kata-kata Zayn tadi. Apakah perasaan ini benar akan membuahkan hasil? Apakah perasaan ini akan mendapat balasan? Apakah aku bisa membuat Krichel mencintaiku? Bagaimana jika Krichel sudah mencintai orang lain? Atau bagaimana jika Krichel hanya nyaman untuk menjadi sekedar sahabat? Berbagai pertanyaan mengelilingi pikiran Niall. Niall memang orang yang selalu pesimis dalam soal cinta. Ia mudah untuk mencintai, tapi, benar yang Zayn katakan, ia tidak cukup berani mencoba untuk membuatnya dicintai. Niall merasakan matanya memberat. Memikirkan hal ini membuatnya lelah sendiri. Lalu Niall pun masuk ke dalam kamar, menutup pintu kaca-yang digunakan sebagai pembatas kamar dan balkon- dan memutuskan untuk tidur.
********************************************
Matahari muncul dari tempat persembunyiannya. Diiringi dengan kicauan burung yang bernyanyi menandakan pagi telah tiba. Liam membuka matanya perlahan, cahaya yang menyelinap masuk, jatuh tepat di kelopak matanya. Liam bangkit terduduk di tempat tidur. Masih menetralkan matanya dan menormalkan pikirannya karena ia sudah keluar dari alam mimpi. Liam melihat sekeliling, Louis dan Niall masih terlelap.
Ini adalah hari baru, berarti harus ada semangat baru. Ia tidak boleh lagi menengok ke belakang. Ia harus menjalani hari ini dengan tanpa beban. Melupakan masa lalu dan mencoba hidup yang baru. Jalani sebaik mungkin hari ini, maka masa depan akan jauh lebih baik lagi. Tidak boleh mengingatnya, tidak boleh menyesalinya, tidak boleh merasa tidak bisa hidup tanpanya, terlebih lagi menangisinya. Itu prinsip Liam untuk hari ini dan selamanya. Kata-kata dari gadis itu yang membuat dirinya menjadi seperti ini. Perubahan yang baik, bukan?
Liam berjalan menuju ke kamar mandi. Ya, tentu saja untuk mandi. Ia melepas seluruh pakaiannya dan mulai membasahi badannya. Tak ada kepedihan lagi yang dirasakannya. Semua hilang karena Liam sudah bertekad. Harusnya, dia seperti ini saat pertama berpisah dengan Danielle. Tapi, memang perasaannya yang begitu kuat, jadi masih dibutuhkan waktu. Dan sekaranglah waktu yang dimaksudkan. Liam sudah selesai membersihkan tubuhnya. Ia berjalan keluar dengan memakai handuk. Berjalan ke dalam kamar, lalu membuka lemari pakaiannya. Memilih pakaian yang akan di gunakan. Celana jeans biru panjang dan kaus abu-abu polos adalah pilihan Liam. Ia langsung mengenakannya. Setelah itu berkaca sambil menyisir rambutnya. Sudah rapi, Liam melihat kedua temannya yang masih memejamkan mata.
“Hey, pemalas! BANGUUUUUUNNN!!!” seru Liam berteriak sangat kencang dengan maksud membangunkan Louis dan Niall.
Louis langsung membuka matanya dan bangkit duduk, masih terpejam. Sedangkan Niall hanya meronta karena merasa terganggu dan kembali tidur. Liam tertawa melihatnya.
“Oh Gosh! Liam, kau ini kenapa? aku kan masih mengantuk.” ucap Louis seperti melantur dan kembali menjatuhkan tubuhnya ke tempat tidur.
Astaga para idiot ini! Harus dengan apa aku membangunkannya? batin Liam. Liam berjalan mendekati jendela, dan membuka gordennya lebar-lebar. Cahaya yang sangat terang masuk tanpa terhalangi apapun. Jelas saja, ini kan sudah memasuki pertengahan antara pagi dan siang. Niall dan Louis menyipitkan mata mereka karena silau. “Get up! Get up! It’s time to get up, everyoooooone!” seru Liam sambil menepuk-nepukkan tangannya.
“Okay, okay, aku bangun!” ucap Niall membuka selimutnya.
“Ha ha! Bagus! Louis, bangun!” seru Liam kembali, menggoyangkan bahu Louis. Louis bergeming. “Louuuiiiiissss!”
“Alright! You win, Liam!” sahut Louis lalu membuka matanya dan bangkit duduk.
“Ha ha ha, good!” ucap Liam bangga akhirnya bisa membangunkan mereka.
Liam berjalan keluar kamar menuju ke sebelah kamarnya, yaitu kamar Harry dan Zayn. Liam langsung membuka pintunya setelah ia sudah di depan ruangan itu. Ternyata, Harry dan Zayn baru saja terbangun. Terlihat dari posisi mereka yang masih terduduk di tempat tidur dan mengusap-usap wajah mereka.
“Apa?” kata Harry begitu melihat Liam berdiri di depan pintu.
“Tidak.” sahut Liam lalu berbalik badan. Tadinya ia berencana untuk membangunkan mereka berdua. Tapi, nampaknya tidak perlu.
Liam duduk di sofa ruang TV, menyalakan TVnya. Mencari saluran mana yang seru untuk di tonton. Liam menemukan film ‘Alvin and The Chipmunks’ diputar di saluran ‘ABC Channel’. Dan ia pun memutuskan untuk menontonnya. Film ini memang sangat lucu dan mampu mengeluarkan gelak tawa para penontonnya. Begitu pun Liam, ia tertawa lepas ketika melihat adegan-adegan lucu pada film ini.
Ke empat temannya keluar dari kamar mereka secara bersamaan. Mereka berempat melihat ke arah Liam dengan aneh. Ada apa dengan Liam hari ini? Semua pikiran mereka menanyakan hal yang sama. Liam tidak sadar bahwa dirinya sedang diperhatikan oleh ke empat kawannya itu. Ia terlalu fokus dengan filmnya. Zayn, Harry, Louis, dan Niall berjalan menghampiri Liam. Harry dan Niall menempati tempat duduk di sisi kiri dan kanan Liam. Sekarang Liam berada di tengah-tengah.
“Jadi, Liam sudah kembali?” Tanya Niall tiba-tiba, menatap Liam.
Liam menoleh ke arah suara. Dan baru menyadari ternyata teman-temannya sudah berkumpul di tempat itu. Liam tersenyum, sedikit tertawa. “Ya, begitulah.”
“Yeah, man! Ha ha ha ha, akhirnya!” seru Louis tertawa senang. Ketiga teman lainnya ikut senang mendengar Liam yang sudah pulih dari keterpurukannya.
“Apa yang membuatmu bangkit?” Tanya Harry penasaran.
“Kata-kata seseorang.” tukas Liam.
“Wow, siapa itu?” Zayn berbicara.
Liam tertawa renyah. Ia jadi membayangkan wajah Krichel ketika mengatakan hal yang memotivasinya.
“Apa dia wanita?” cetus Louis sebelum Liam sempat menjawab.
“Ya.” jawab Liam singkat.
“Oh, God! Cepat juga kau move on. Aku kira tidak akan secepat ini.” giliran Niall mengeluarkan suara.
“Hey, hey, bukan berarti aku menyukai gadis itu kan?” elak Liam.
Tidak ada lagi yang menyangkal Liam. Mereka semua tersenyum sambil menganggukkan kepala mereka. Menepuk-nepuk bahu Liam seolah bangga dengannya.
********************************************
Darlee sekarang sedang membaringkan tubuhnya dengan posisi terbalik di tempat tidur Krichel. Ya, ia sedang berkunjung ke rumah Krichel dan sedang bermain di kamarnya. Hubungan Krichel dan Darlee semakin hari semakin dekat saja. Mereka sering mengirim SMS, saling mengirimkan mention di Twitter, sudah seperti sepasang sahabat. Suatu hubungan yang baik di antara orang-orang yang baik juga.
Krichel menyamakan posisinya dengan Darlee, di sampingnya. “Darl, aku ingin bercerita.” ucap Krichel membuka pembicaraan seriusnya. Karena sedari tadi mereka hanya bercanda dan tertawa.
“Cerita saja kalau begitu.” ucap Darlee tersenyum.
“Kamu tahu One Direction?” Tanya Krichel.
“Tentu saja. Aku salah satu Directioners loh.” jawab Darlee.
“Benarkah?” Tanya Krichel. Darlee mengangguk mantap. “Aku juga. Kamu tahu? Aku sudah bertemu mereka semua.”
“Kamu serius?!” seru Darlee dengan matanya yang membulat, terkejut.
“Ya. Dan sekarang aku sudah menjadi teman mereka.” jelasnya tanpa ekspresi.
“Hebat! Lalu kenapa kamu tidak terlihat senang?”
“Aku senang. Sangat-senang-sekali.” jawab Krichel dengan menekan tiga kata terakhir.
“Hanya
saja…”
Darlee menatap Krichel aneh. Ia masih menunggu sampai Krichel melanjutkan kata-katanya.
“…aku bingung. Aku merasakan perasaan aneh pada salah satu personilnya. Liam Payne.” jelas Krichel.
“Perasaan aneh seperti apa?” tanggap Darlee.
Krichel berpikir sejenak. “Entahlah. Aku tidak tahu pasti. Perasaanku padanya berbeda dengan perasaanku dengan yang lainnya, bahkan Niall yang paling dekat denganku. Beda dengan perasaan fans kepada idolanya.”
“Oh My God, Krichel. You love him!” seru Darlee.
Krichel terkejut dengan jawaban dari Darlee. Benarkah? Aku mencintai Liam? hati Krichel berseru. “Benarkah?”
“Coba jawab pertanyaanku.” kata Darlee. Krichel mengangguk. “Apa yang kamu rasakan ketika melihat matanya?”
Krichel membayangkan mata Liam. “Nyaman. Berdebar. Susah lepas dari tatapannya.” jawabnya.
“See? You’re really in love with him.” tukas Darlee kemudian.
Krichel menundukkan kepalanya. Memandang kosong lantai kamar tidurnya. Memikirkan kembali kata-kata Darlee. Jika memang benar ia mencintai Liam, berarti ini hal yang gawat. Ia mencintai seorang artis terkenal. Tapi.. oh sudahlah, hal yang tidak mungkin juga aku akan mendapat balasan cinta dari Liam. Batin Krichel. Berarti, setelah tiga tahun terakhir ini, inilah rasa cinta kali pertama Krichel. Karena tiga tahun ini, Krichel tidak pernah jatuh cinta kepada siapapun, kecuali papa dan mamanya.
“Sudah lama sekali rasanya aku tidak jatuh cinta.” ucap Krichel lebih dari diri sendiri.
“Maksudmu? Memang kapan terakhir kamu mencintai orang?” Tanya Darlee.
“Kira-kira… tiga tahun yang lalu. Oh, sudahlah lupakan. Aku tidak mau membahas itu.” ujar Krichel yang tiba-tiba merubah wajahnya menjadi kesal. Kesal mengingat masa lalu yang di bencinya.
“I’m sorry.” seru Darlee, menundukkan kepalanya.
“Oh, tidak apa, Darl. Kamu tidak salah.” ujar Krichel menyunggingkan seulas senyum.
Krichel beralih mengambil laptopnya. Menyalakan benda canggih itu dan mulai membuka akun Twitternya. Followersnya kembali bertambah. Sekarang jumlahnya sudah menjadi 9.365 followers. Lama-lama, tidak perlu jadi artis atau public figure manapun, Krichel sudah bisa terkenal. Krichel membuka mention. seperti biasa, mention menumpuk banyak sekali. Kebanyakan berisi ucapan-ucapan iri karena mereka tidak seberuntung Krichel. Krichel bingung dengan mereka semua. Keberuntungan orang kan berbeda-beda. Mungkin mereka akan mendapatkan keberuntungan yang lain, yang mungkin lebih dari sekedar bertemu One Direction. Bisa saja kan, salah satu dari mereka ini nantinya akan menikah dengan salah satu personil One Direction? Tidak ada yang tahu masa depan seperti apa. Menurut Krichel, mereka ini adalah orang-orang yang hanya bisa berharap tanpa berusaha. Ingin mendapatkan keberuntungan tanpa melakukan sesuatu. Mungkin ada yang sudah berusaha keras, tapi kesabaran akan membuahkan hasil yang baik kan? Ia percaya hal itu.
Krichel membuka Dirrect Massage Twitternya. DM-singkatan dari Dirrect Massage- yang pertama ia lihat adalah dari @Real_Liam_Payne. Astaga!
-to be continued-
JTG Marriott, Casino & Resort in Scottsdale, AZ | MPR
BalasHapusJTG 영천 출장샵 Marriott, Casino & 동두천 출장마사지 Resort locations, 안산 출장안마 rates, amenities: expert Scottsdale 충주 출장안마 research, only at Hotel 파주 출장안마 and Travel Index.